Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright @ 2011 - 2018 majalahbuser.com
Jakarta - Kemiskinan di sebuah negara merupakan masalah yang sangat krusial. Tinggi atau rendahnya angka kemiskinan akan menentukan kemampuan negara untuk membuat rakyat sejahtera.

Belakangan ini terjadi polemik soal kemiskinan di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan angkat kemiskinan single digit alias turun menjadi 9,82% atau 25,95 juta pada Maret 2018.

Jumlah tersebut turun 633 ribu orang dibandingkan posisi September 2017 yaitu 10,12% atau 26,58 juta, dengan komposisi orang miskin di perkotaan 10,27 juta dan orang miskin di pedesaan 16,31 juta.

Sementara itu beberapa pihak punya penilaian berbeda soal tingkat kemiskinan di Indonesia.

Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto punya pandangan berbeda soal kemiskinan Indonesia. SBY menyebut ada 100 juta orang miskin di Indonesia, sementara Prabowo menyebut kemiskinan naik 50%.

Di sisi lain, BPS merilis data angka kemiskinan Maret 2018 single digit alias turun menjadi 9,82% atau 25,95 juta pada Maret 2018.

Jumlah tersebut turun 633 ribu orang dibandingkan posisi September 2017 yaitu 10,12% atau 26,58 juta, dengan komposisi orang miskin di perkotaan 10,27 juta dan orang miskin di pedesaan 16,31 juta.

Menanggapi hal itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2013 jumlah penduduk miskin 28,07 juta orang, persentasenya 11,22%.

Nah, menurut data BPS di Maret 2018 jumlah penduduk miskin 25,9 juta orang.

"Persentase nya 9,82%. Jadi 5 tahun ini berkurang sekitar 2,17 juta orang atau turun 1,4%," kata Bhima, Selasa (31/7/2018).

Dia menambahkan jika ada pihak yang mengklaim angka kemiskinan naik 50% maka hal tersebut tidak benar.

"Sejauh ini data kemiskinan yang diakui adalah data BPS," kata Bhima.

Bhima juga memberi catatan pada BPS. Dia mengatakan Pengukuran jumlah penduduk miskin oleh BPS hanya dihitung berdasarkan pengeluaran per penduduk saja, tidak memasukkan penghitungan berdasarkan aset atau pendapatan.

Menurut Bhima bisa saja orang itu berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga masuk ke atas garis kemiskinan, padahal pendapatannya di bawah Rp 400 ribu/bulan.

"Ya itu kemiskinan yang disebut semu. Artinya ini kritik juga bagi BPS agar membuat survey kemiskinan dengan metode yang lebih komprehensif," ujar Bhima. (detik/bdr1)
Selasa, 31 Jul 2018

SBY dan Prabowo Punya Data Kemiskinan, Ekonom: Yang Diakui BPS
ILUSTRASI: kemiskinan
      Berita Nasional :

       Berita Daerah