Mereka yang termakan desas-desus tersebut juga rela menjual rumah dan harta miliknya untuk berangkat di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Beberapa orang yang terpengaruh itu setidaknya ada di wilayah Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang.
Beberapa orang dikabarkan menjual rumah dan hewan ternak miliknya. Mereka berencana pindah ke sebuah ponpes di Kasembon, Malang.
Di antaranya rumah milik Fatihin, di Dusun Jemparing Desa Pakel, Kecamatan Bareng, Jombang. Sejak dua bulan lalu rumah berukuran sekitar 37 x 7 meter sudah dilego kepada keponakannya dengan harga Rp 50 juta.
Tak hanya itu, Fatihin juga menjual dua ekor sapi miliknya dengan harga Rp 16 juta. Padadal, seharusnya harga dua ekor sapi itu bisa mencapai Rp 30 juta rupiah. Demikian pula rumahnya, seharusnya harganya jauh di atas Rp 50 juta.
Achmad Burhani, adik Fatihin, mengatakan, kakaknya sengaja menjual rumah mereka karena akan berpindah ke pondok pesantren di Kasembon bersama istri dan tiga anaknya.
Rencana ini muncul karena adanya kabar kiamat yang bakal terjadi tidak lama lagi. Harga tersebut menurutnya harga yang tidak lazim dan jauh di bawah harga pada umumya.
Sebelumnya, Warga Kecamatan Umbulsari, Jember yang menjadi jemaah Pondok Pesantren Miftahul Falahil Mubtadi'in di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, juga menjual beberapa asetnya sebelum berangkat mondok ke Ponpes itu.
Aset yang dijual antara lain berupa sawah, bahkan bengkel. Hasil penjualan aset itu dipakai sebagai modal untuk mondok di Ponpes tersebut. Tetapi ada juga yang berkeyakinan, mereka menjual aset karena harta benda tidak lagi dibutuhkan karena sebentar lagi kiamat.
"Ada yang menjual sawah seharga Rp 80 juta sebelum berangkat ke Malang. Ada yang menafsiri harta benda tidak berguna karena sebentar lagi kiamat," ujar Kepala Desa Umbulsari, Fauzi, Jumat (15/3/2019).
Warga Umbulsari yang mondok ke Ponpes di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang tercatat 28 orang. Sebagian besar berasal dari Desa Umbulsari Kecamatan Umbulsari, dan beberapa dari Desa Gunungsari Kecamatan Umbulsari.
Sebagian besar jemaah berangkat pada 6 Maret lalu, atau dua hari menjelang 1 Rajab dalam penanggalan tahun Hijriyah. Mereka akan mondok selama 90 hari atau tiga bulan.
Namun di sisi lain, beberapa jemaah melontarkan tentang
isu kiamat yang bakal terjadi di bulan Ramadhan nanti. Karenanya, mereka memilih mondok ke Kasembon, dan sebelumnya menjual sejumlah asetnya untuk modal ke sana.
Menurut Fauzi, hanya ada delapan kepala keluarga (KK) yang aktif mengikuti pengajian yang berafiliasi dengan Ponpes itu. Pemimpin pengajian di Umbulsari bernama Ustad Ahmad Mudasir. Kelompok pengajian bernama 'shalawat Musa AS' itu sudah berjalan dua tahun di desa tersebut.
Dari desanya, ada satu KK yang seluruh keluarganya berangkat ke Malang. Lainnya hanya kepala keluarga, bersama istri, atau hanya sang kepala keluarga saja.
Sampai pertemuan dengan keluarga jemaah digelar di Balai Desa Umbulsari, Kamis (14/3/2019) sore, terdata ada 28 orang dari Kecamatan Umbulsari yang mondok ke Kasembon.
Sementara pengasuh Ponpes itu, Romli Soleh Syaifudin menuturkan lembaganya memiliki program 'Menyongsong Meteor' tentang 10 tanda-tanda kiamat, salah satunya hantaman meteor di bulan Ramadhan. Tetapi dia membantah telah mengeluarkan fatwa bahwa kiamat akan terjadi di bulan Ramadhan.
Jemaah Ponpes itu disilahkan mondok di tempat itu, memang dengan membawa bekal sendiri. "Saya tidak memberi fatwa kiamat, yang saya sampaikan ini adalah waspada meteor. Selama itu kita memperbanyak dzikir sampai selesai Ramadan," kata Romli seperti dilansir Surya pada Kamis (14/3/2019). (bsr1/tribunnews)