majalahbuser.com – Pengadilan Negeri Jakarta selaku eksekutor telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang ratusan miliar dari aset milik Yayasan Supersemar.
"Kalau rekening dan tabungan itu sudah kita sita lebih kurang Rp242 miliar dari 113 rekening," ujar Direktur Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Yogi Hasibuan di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 21 November 2018.
Kemudian, aset lain Yayasan Supersemar yang disita ialah Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Tak hanya itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menyita villa milik Yayasan Supersemar di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
"Villa, bentuk rumah sudah disita," tuturnya.
Tapi, ia tak menjelaskan lebih rinci berapa nilai aset bangunan dan juga tanah Megamendung seluas 300 meter persegi karena masih dihitung oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Sebelumnya, Mahkamah Agung memutuskan, bahwa Yayasan Supersemar harus membayar uang triliun rupiah kepada Pemerintah Indonesia terkait dengan penyelewengan dana Beasiswa Supersemar.
"Kami mengharapkan agar dibayar dari pihak tergugat kewajibannya sebesar Rp4,4 triliun ya. Kami berharap pihak tergugat bisa secara sukarela memenuhi kewajibannya," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo.
Seperti diketahui, Kejagung akan melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Yayasan Supersemar Rp 4,4 triliun. Uang sebanyak itu adalah uang yang seharusnya diterima rakyat tetapi diselewengkan ke investasi bisnis kroni Presiden Soeharto.
Adapun aset-aset yang dimintakan untuk dieksekusi adalah:
1. Rekening, deposito, dan giro di berbagai Bank yang seluruhnya berjumlah 113 buah rekening/deposito/giro.
2. Bidang tanah dan bangunan seluas lebih kurang 16 ribu meter persegi terletak di:
a. Bogor seluas lebih kurang 8 ribu meter persegi.
b. Jakarta seluas lebih kurang 8 ribu meter persegi.
3. Kendaraan roda empat sebanyak 6 unit.
Presiden Soeharto membentuk yayasan tersebut pada 1974 dan menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua umum yayasan. Sebagai presiden, Soeharto lalu memerintahkan sebagian laba bank pelat merah digelontorkan ke Yayasan Supersemar. Namun dana tersebut diselewengkan bukan untuk kepentingan pendidikan, tetapi malah untuk kepentingan bisnis.
Setelah Soeharto tumbang, yayasan lalu dihukum mengembalikan dana tersebut. Dalam putusan MA, dana tersebut mengalir ke 7 entitas bisnis dengan nilai mencapai Rp 4, triliun.
Hingga kini, pihak yayasan bersikukuh tidak mau melaksanakan putusan MA secara sukarela sehingga Kejagung mengambil langkah tegas. (berbagaisumber/bsr1)