Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright @ 2011 - 2018 majalahbuser.com
Jakarta - Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Perwakilan KPK, menanggapi pernyataan ICW yang menyebut tak ada aturan yang mewajibkan pimpinan KPK harus berasal dari aparat penegak hukum. PJI Perwakilan KPK mengatakan jaksa adalah pengendali penanganan perkara.

"Perlu kami sampaikan bahwa di negara manapun di dunia Jaksa Penuntut Umum merupakan standing magistrate sebagai pengendali penanganan perkara mulai dari tahap pra adjudication, adjudication and post adjudication. Sejak masa HIR sampai dengan KUHAP," kata Ketua PJI Perwakilan KPK, Muhammad Asri Irwan kepada wartawan, Minggu (23/6/2019).

Pernyataan ICW sebelumnya disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana, menyoroti soal polisi ataupun Jaksa yang ingin mendaftar sebagai capim KPK. Kurnia menyinggung hasil survei LSI terkait aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Kurnia menyebut sebaiknya kepolisian dan kejaksaan menjadikan perbaikan internal sebagai prioritas dibanding mengirimkan orang-orang terbaiknya ke KPK.

Menurut Asri, bahwa siapapun boleh mencalonkan dirinya sebagai pimpinan KPK. Lembaga antirasuah tersebut bukan hanya milik kelompok tertentu.

"Sehingga eksistensi jaksa sebagai salah satu unsur pimpinan di KPK sangat penting terkait dengan dialektika dan problematika teknis penanganan perkara di KPK. KPK adalah milik kita semua, bukan milik sekelompok orang. Siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri sebagai salah satu unsur pimpinan KPK," tutur dia.

Dia berharap proses seleksi Capim KPK terdapat perwakilan jaksa yang memiliki kemampuan terknis penanganan perkara.

"Harapan kami tentunya tidak akan terulang lagi proses seleksi tanpa keterwakilan pimpinan dari unsur jaksa yang memiliki kemampuan teknis penanganan perkara, karena problematika teknis penanganan perkara tidak dapat diselesaikan hanya dengan kajian dialektika teori dan filosofis hukum semata," kata Asri.

Meski begitu, Asri mengaku tidak akan mengajukan nama-nama jaksa untuk mengikuti proses seleksi Capim KPK. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga profesionalisme jaksa KPK yang independen.

"Hal tersebut kami lakukan untuk menjaga profesionalisme kami sebagai jaksa KPK yang Independen, yang selama kurang lebih 15 tahun berdirinya KPK kami telah menorehkan tinta emas sejarah panjang dalam mendukung tugas-tugas rekan yang lain di KPK serta senantiasa menjaga profesionalisme kami sebagai Jaksa Penuntut Umum KPK," jelas dia.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta siapa pun yang mendaftar sebagai calon pimpinan (Capim) KPK mundur dari institusi asalnya agar tak memiliki loyalitas ganda jika terpilih. Polri menjamin anggotanya akan bekerja secara profesional bila nantinya ditugaskan di KPK yakni terpilih sebagai pimpinan.

"Yang jelas anggota Polri yang ditugasnya di Kementerian atau lembaga termasuk KPK akan bekerja secara profesional dan standar kompetensi yang berlaku pada lembaga tersebut," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dihubungi, Sabtu (22/6/2019) malam.

Dedi pun menjelaskan aturan anggota Polri bertugas di luar Polri sudah tertuang pada UU Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penugasan Khusus. Tak hanya itu, Dedi memastikan anggotanya yang bekerja di KPK nantinya akan mengikuti regulasi dan aturan internal tempatnya bertugas.

"Secara internal para komisioner akan mengikuti kode etik dan regulasi internal dimana mereka bekerja. Itu namanya profesional, kompeten, komitmen dan integritas," ujar Dedi.

Sebelumnya memang beredar sejumlah nama jenderal dari Polri yang akan mendaftar ke Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK. ICW pun menyoroti soal polisi ataupun Jaksa yang ingin mendaftar sebagai capim KPK itu.

ICW berharap siapa pun yang mendaftar sebagai capim KPK mundur dari institusi agar tetap bekerja secara independen. ICW mengacu kepada Pasal 3 UU 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Setiap orang yang mendaftar sebagai pimpinan KPK harus mundur dari institusinya terdahulu. Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Hal ini sekaligus menghindari potensi loyalitas ganda ketika memimpin lembaga antikorupsi itu," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (22/6).  (detik/bsr1)
Minggu, 23 Juni 2019

Persatuan Jaksa di KPK: Siapapun Boleh Jadi Pimpinan KPK
      Berita Nasional :

       Berita Daerah