Selain perwakilan dari 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi, konferensi pers tersebut juga dihadiri Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo, dan Dekan Fakultas Hukum UGM, Prof Sigit Riyanto.
Oce mengatakan, selama ini Presiden Jokowi kerap berjanji untuk memperkuat KPK. Oleh karenanya, sudah semestinya Presiden Jokowi menepati janjinya tersebut dengan menolak revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Ini (janji memperkuat KPK) yang kami tagih bersama, dan kami akan kirimkan (surat) itu kepada Presiden. Mudah-mudahan Presiden tidak lupa akan janji-janji politik itu," tegas Oce.
Surat dari 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia ini dikirimkan ke Presiden Jokowi melalui Kantor Pos sore ini. "Iya, dikirimkan pakai pos sore ini," tutur Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rahman.
Berikut isi surat yang ditandatangani 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia:
Kepada Yth
Ir Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta
Dengan hormat,
Melalui surat ini, kami jejaring pusat kajian hukum dan antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia menyampaikan keberatan terhadap perubahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Bapak Presiden tentu memahami bahwa komitmen melakukan pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi. Munculnya Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN dan Tap MPR No VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN, serta munculnya berbagai badan atau lembaga pemberantasan korupsi membuktikan bahwa korupsi menjadi perhatian yang sangat serius bangsa ini. Maka dari itu, segala bentuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi sama saja dengan mengkhianati amanat reformasi.
Lahirnya KPK merupakan puncak berbagai upaya pemberantasan korupsi. Sifat kejahatan korupsi yang sistematis serta berdampak pada kerugian keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional, serta melanggar Hak Asasi Manusia membuat penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak bisa dilakukan secara konvensional. KPK didirikan sebagai lembaga khusus yang independen untuk menangani kejahatan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa.
Sejak berdiri hingga saat ini, KPK terus menjalankan amanatnya dengan banyak melakukan penindakan terhadap kasus-kasus korupsi. KPK melakukan kerja pemberantasan korupsi dengan mengusut perkara-perkara besar baik yang menjerat kepala daerah, penegak hukum, anggota dewan perwakilan hingga pengusaha di sektor swasta. Berbagai modus korupsi juga telah banyak diungkap oleh KPK mulai dari suap, gratifikasi, menyalahgunakan anggaran hingga perkara merintangi proses penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Kerja pemberantasan korupsi seringkali terhambat akibat adanya upaya-upaya pelemahan KPK. Salah satu pelemahan yang terjadi adalah mendelegitimasi KPK melalui perubahan UU KPK seperti yang saat ini terjadi. Upaya mengubah UU KPK telah berkali-kali digunakan untuk melumpuhkan kewenangan hingga mengganggu independensi KPK. Hal ini menjadi ancaman serius bagi KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Oleh karena itu, kami atas nama Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia menagih komitmen dan janji Presiden untuk tidak membiarkan upaya-upaya pelemahan terhadap KPK dengan menolak pembahasan RUU KPK yang diusulkan oleh DPR.
Demikian surat ini kami sampaikan agar menjadi perhatian.
Yogyakarta, 11 September 2019
Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia.
(sumber: detik.com)