Kediri - majalahbuser.com, Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM) petani, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kediri menggelar Sekolah Lapang Pertanian (SLP).
Kegiatan ini diikuti sedikitnya 30 orang petani yang tergabung dalam lima Kelompok Tani pada Daerah Irigasi (DI) Ringinrejo di Desa Tiru Lor, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Kasi Perlindungan Tanaman dan Pengamanan Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kediri, Sahat Tua mengatakan, tujuan dari kegiatan Sekolah Lapang (SL) proyek Integrated Participatory Development Management Irrigation Program (IPDMIP) ini adalah untuk merubah pola pikir petani sejak awal budidaya sampai panen.
"Sekolah lapang pertanian ini merupakan wadah para petani belajar antara lain tentang organisme pengganggu tanaman (OPT) dan cara pencegahannya. Dalam sekolah lapangan pertanian ini, kami juga mengajarkan pembuatan pupuk organik dari bahan-bahan yang ada di sekitar, seperti misalnya air cucian beras, air bekas cucian ikan, kotoran sapi dan sebagainya," kata Sahat Tua, (11/9/20).
Diharapkan, materi yang didapat dari Sekolah Lapang agar para petani bisa mengaplikasikannya ke tanaman. Ia mencontohkan, seperti saat pengolahan lahan, ada proses pemupukan organik, dan saat pengolahan tanah juga ada tambahan pupuk organik cair.
Dengan ilmu pembuatan pupuk organik yang telah dimiliki, nantinya petani dapat mengaplikasikan langsung terhadap tanamannya masing-masing.
"Sehingga petani sedikit demi sedikit beralih mewujudkan tanaman budidaya yang sehat dan menuju MTS (Managemen Tanaman Sehat). Itu program nasional yang akan kita capai. Kedepan bila terjadi pengurangan pupuk kimia, petani sudah punya jawabannya," tegas Sahat Tua.
Sekolah Lapang di Desa Tiru Lor ini sudah berjalan dalam enam kali pertemuan. Pada pertemuan hari ini, peserta melakukan pengamatan terhadap Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di lahan pertanian. Mereka terjun ke sawah untuk melihat tanaman padi milik Masroni, petani asal Dusun Sentul, Desa Tiru Lor.
Ada empat metode tanaman padi yang ada di wilayah ini. Pertama, adalah S-R-I atau Sistem Rice Intensification. Pertanian ini memakai prinsip pindah tanam saat padi masih berumur muda.
Kemudian metode kedua adalah Haston, yakni sistem tanam jumlah banyak atau istilahnya ombol. Sebanyak 20-30 batang tanaman padi dalam satu kelompok.
Ketiga adalah metode Jarwo-41 yang bermakna sistem tanam menyisakan empat baris. Terakhir metode Tegel atau sistem pertanian yang umumnya dijalankan petani dengan memakai ukuran jarak tanam 20x20 centimer.
Setelah selesai proses pengamatan, kemudian para petani menyampaikan hasilnya dalam bentuk kelompok.
Masing-masing memaparkan hasil pengamatan untuk didiskusikan secara bersama. Diskusi ini dipimpin langsung oleh seorang pemateri M. Karim, Sp. selaku Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Dinas Pertanian Perkebunan Kabupaten Kediri.
"Kita melatih petani dalam membuat dan proses pertanian di lapangan. Saat pengamatan bisa melihat persoalan di lapangan seperti apa. Mereka akan menemukan jawabannya sendiri," katanya.
"Kemudian bila mengalami persoalan, akan didiskusikan secara bersama-sama pemateri. Seperti misalnya tanaman padi terkena hama, mereka bisa langsung menggunakan agen hayati untuk melakukan pengendalian," tutupnya. (Kominfo/Adv).