MENTERI yang berasal dari partai politik menjadi duri bagi pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kementerian yang dipimpin menteri dari parpol berpotensi besar menyelewengkan kekuasaan yang berujung pada penyimpangan keuangan negara.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas memberi peringatan keras kepada para menteri asal parpol. KPK tentu tidak sembarang bicara. Hari-hari ini sejumlah pejabat dari kementerian yang dipimpin partai politik berurusan dengan KPK. Ada Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Agama, serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Potensi penyelewengan di kementerian yang dipimpin parpol terjadi karena para menteri tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan politik.
Ada wilayah abu-abu yang menjadi arena bermain antara kepentingan politik dan kepentingan kementerian sebagai institusi negara.
Berulang kali melalui forum ini kita ingatkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menindak tegas para menteri dari partai politik yang lebih banyak mengerjakan agenda partai daripada agenda pemerintah. Presiden tidak boleh hanya mengeluh mengenai kinerja para pembantunya, tetapi harus mempunyai keberanian menindak mereka. Presiden akan menuai akibat jika pemerintahan berlangsung tidak efektif karena ulah para menteri dari partai politik.
Sudah kerap kali Presiden memberikan teguran keras kepada menteri dari parpol. Dalam rapat kabinet paripurna pada pertengahan Juli (19/7), lagi-lagi Presiden Yudhoyono mengingatkan menteri dari parpol jika tidak bisa membagi waktu dan harus menyukseskan tugas politik sebagai pemimpin partai, sebaiknya mengundurkan diri secara baik-baik.
Namun, tidak ada satu pun menteri dari parpol yang mundur. Mereka seolah memberi isyarat mampu memisahkan kepentingan parpol dan kementerian.
Mengharapkan menteri dari parpol mengakui kelemahan kemudian mundur secara sukarela merupakan harapan yang sia-sia. Justru Presiden yang harus mempunyai pilihan, mengefektifkan pemerintahan atau sekadar memuaskan nafsu berkuasa koalisi.
Dalam setiap sisi kehidupan bernegara dibutuhkan keteladanan. Keteladanan istana itulah yang ditunggu KPK. KPK meminta Presiden Yudhoyono memberi contoh dengan mengundurkan diri dari jabatan di Partai Demokrat. Dengan demikian, Presiden leluasa menindak tegas para menteri yang masih merangkap jabatan di partai politik.
Dalam sistem presidensial seharusnya Presiden dan menteri melepaskan segala atribut kepartaian. Alasannya Presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga kepala negara. Sebagai kepala negara, Presiden tidak boleh disekat dalam kamar-kamar parpol karena tindakannya bisa dianggap hanya menguntungkan parpol tertentu.
Demikian juga para menteri. Dalam sistem presidensial semestinya para menteri terdiri dari para teknokrat. Mereka para ahli yang hanya mengabdi kepada kepentingan khalayak, bukan mengemas program partai menjadi seolah-olah kepentingan rakyat. (micom)