Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Dalam Peraturan tersebut sekolah harus menerima 90 persen peserta didik dari daerah sesuai zona terdekat (sistem zonasi) yang diatur oleh daerah masing-masing. Sedangkan, 10 persen dialokasikan untuk dua kategori, yaitu 5 persen bagi peserta didik berprestasi dan 5 persen lainnya bagi peserta didik perpindahan antar daerah atau luar negeri.

Diberlakukan Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017/2018 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memang dilematis dan mimicu pro-kontra. Di satu sisi, kebijakan zonasi adalah kerangka dasar  dalam usaha meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan.

Kebijakan tersebut diharapkan mampu memutus ketimpangan kualitas pendidikan yang sering terjadi di berbagai sekolah di Tanah Air. Harapannya, sistem zonasi mampu memutus sekat sekolah favorit dan sekolah pinggiran.

Pasalnya, selama ini lebih banyak peserta didik yang ingin belajar di sekolah favorit. Tentunya, orangtua sangat bangga kalau anaknya diterima di sekolah favorit. Sedangkan, nasib sekolah pinggiran hanya "dianggap" sebagai sekolah buangan dari peserta didik yang tidak diterima di sekolah favorit. Imbasnya, sekolah pinggiran tidak diminati dan mau tidak mau harus bekerja keras agar tidak kehilangan peserta didiknya.

Di sisi lain, kebijakan zonasi yang digadang-gadang menjembatani keterpurukan sekolah pinggiran ini justru tidak efektif dan tidak mendidik. Misalnya, tindakan kecurangan di kalangan orangtua (wali murid).  Orangtua yang selama ini hendak menyekolahkan anaknya di sekolah favorit akan melakukan tindakan apapun agar anaknya bisa masuk di sekolah favorit. Sehingga besar kemungkinan untuk melakukan tindakan kecurangan.

Salah satunya adalah kecurangan yang dilakukan orangtua dengan menitipkan nama anaknya di Kartu Keluarga (KK) saudaranya yang tinggal di sekitar sekolah favorit. Bahkan, tak sedikit yang menempuh jalan pintas dengan menitipkan nama anaknya di KK sembarang orang  asal anaknya bisa bersekolah di sekolah favorit.

Selain itu, kebijakan zonasi yang diberlakukan di sekolah negeri turut memperkeruh nasib sekolah swasta. Pemberlakuan kebijakan ini secara masif akan mengosongkan peserta didik di bangku sekolah swasta. Terlebih lagi, bagi sekolah yang notabene memang kesulitan mencari peserta didik. Sekolah negeri favorit dan mudah dijangkau oleh masyarakat di sekitar inilah yang menjadi ancaman serius bagi sekolah swasta.
Ini menjadi sebuah ironi bagi sekolah swasta. Ketika belum diberlakukan sistem zonasi, sekolah swasta sudah dalam pesakitan mencari peserta didik. Apalagi, ketika sistem zonasi diberlakukan, bukan tidak mungkin sekolah swasta akan gulung tikar. Jika demikian, bagaimana nasib guru swasta?

Bahkan, sistem zonasi menempati posisi teratas dalam daftar aduan-aduan yang dikirim masyarakat ke Kemendikbud. Dari 240 aspirasi yang diterima selama Juni-Juli 2017, 170 di antaranya terkait masalah PPDB yang dilandaskan pada sistem zonasi.

Kendati demikian, penulis sepakat dengan diberlakukannya kebijakan zonasi. Mengingat, kebijakan zonasi merupakan langkah awal dari Kemendikbud untuk mendorong terwujudnya sekolah berkualitas dan merata. Dengan kebijakan ini tentunya anak-anak dari keluarga miskin dapat mengenyam indahnya bangku sekolah favorit. Harapan keluarga miskin yang memang bermimpi untuk sekolah akan terwujud.

Berbagai ketimpangan dan pro-kontra yang melingkupi kebijakan zonasi harus segera dievaluasi dan dicari solusinya. Misalnya, masalah klasik terkait sarana dan prasarana yang kurang memadai, sehingga antara sekolah favorit dan sekolah pinggiran dapat bersaing jika ditunjang dengan kualitas sarana dan prasarana yang mendukung dan merata.

Selain itu, guru profesional juga harus disebar secara merata agar mampu mendonkrak kualitas pendidikan.  Komunikasi yang baik antara Kemendikbud  dan pemerintah daerah harus dijaga, serta dukungan semua  instrumen Pendidikan, harus ditumbuh kembangkan. (*)
Selasa, 1 Agustus 2017

Pro Kontra Sistem Zonasi dalam Penerimaan Siswa Baru
Oleh: Drs, H. Wiyono, MM (Kepala SMAN 3 Lamongan)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru pada tahun ajaran 2017/2018.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Atau Bentuk Lain Yang Sederajat.

Permendikbud ini bertujuan untuk memberikan acuan dan pedoman bagi Satuan Pendidikan dalam menyelenggarakan proses penerimaan siswa baru agar dilakukan secara objektif, akuntable, transparan, dan tanpa deskriminasi guna meningkatkan akses layanan pendidikan.
      Berita Nasional :

       Berita Daerah

Drs, H. Wiyono, MM
OPINI