Opsi kedua menerima penambahan pasal 7 ayat 6a yang isinya adalah memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam waktu 6 bulan.
Dari kedua opsi tersebut, berarti kenaikan harga BBM subsidi tidak mungkin dilakukan 1 April 2012 seperti rencana dari pemerintah. Dalam APBN-P 2012 sebelumnya disepakati asumsi ICP adalah US$ 105 per barel atau naik dari asumsi sebelumnya US$ 90 per barel.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, ICP rata-rata untuk 6 bulan ke belakang dari saat ini adalah US$ 116,49 per barel dengan rincian ICP Oktober 2011 US$ 109,25 per barel, November 2011 US$ 112,94, Desember 2011 US$ 110,70, Januari 2012 US$ 115,90 per barel, Februari 2012 sebesar US$ 122,17 per barel, dan Maret 2012 sebesar US$ 128 per barel.
Dengan realisasi harga itu, maka dalam 6 bulan ini kenaikan rata-rata ICP masih 10,94% dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN-P 2012 sebesar US$ 105 per barel. Berarti harga BBM belum bisa naik!
Pakar Hukum: Pasal Harga BBM Inkonstitusional, Bisa Dibatalkan MK
Keputusan rapat paripurna DPR yang menyetujui opsi pemerintah dapat menaikkan ataupun menurunkan harga BBM dengan syarat tertentu dinilai belum final. Sebab keputusan tersebut bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P 2012 dinilai melanggar UUD 1945.
"Jelas pasal tersebut inkonstitusional sebab menyerahkan harga BBM ke sistem pasar," kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (31/3/2012).
Menurut doktor hukum tata negara ini, pasal yang baru saja diketok oleh DPR tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Dalam ayat 3 pasal tersebut dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
"Sehingga tidak bisa diserahkan ke harga pasar. Negara harus menentukan sendiri harganya, tidak boleh berpatokan terhadap pasar," ujar Margaroto.
Namun untuk menyatakan secara hukum bahwa UU APBN-P tersebut konstitusional atau tidak, maka harus diajukan ke MK. Pengajar Universitas Khairun Ternate ini optimis jika pasal yang baru diketok di DPR ini akan dibatalkan MK sebab MK pernah memutus kasus serupa.
Putusan MK yang dimaksud adalah pembatalan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Minyak dan Gas (UU Migas). Pada ayat tersebut berbunyi 'Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu'.
"Logika UU Migas dan Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 sama yaitu menyerahkan harga minyak ke sistem pasar. Dengan logika dan teori hukum yang saya, maka saya pastikan MK akan membatalkan pasal yang baru saja diputus oleh DPR tersebut," tegasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa 21 Desember 2004, MK menyatakan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Migas batal. Pengujian UU Migas ini terhadap UUD 1945 bernomor perkara 002/PPU-I/2003, di mana pemohon judicial review adalah Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Azazi Manusia Indonesia (APHI), BPHI, Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa, Serikat Pekerja Pertamina, dan Panji R Hadinoto yang mewakili Universitas Perjuangan '45.
Ingat! BBM Bersubsidi Masih Bisa Naik Tahun Ini
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memutuskan untuk 'menunda' kenaikan BBM bersubsidi. Mengapa menunda? Pasalnya, DPR memutuskan untuk 'menyelipkan' ayat 6a dalam pasal 7 ayat 6. Pasal 7 ayat 6a berisi poin "Dalam hal rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil/ICP) dalam hal ini bisa mengalami kenaikan atau mengalami penurunan 15% secara rata-rata dalam waktu 6 bulan maka pemerintah dapat menyesuaikan harga BBM"
Ketua DPR Marzuki Alie Jumat Malam (30/3/2012) telah mengesahkan RAPBN-P 2012 menjadi APBN-P 2012 dimana opsi 2 yang 'menyelipkan' ayat 6a menjadi bagian didalamnya.
Dari pasal tersebut sangat tegas menyatakan, apa yang terjadi kedepan maka kenaikan BBM bergantung kepada harga minyak mentah Indonesia. Asumsi dalam APBN-P 2012, ICP ditetapkan sebesar US$ 105 per barel. Berarti jika rata-rata selama 6 bulan ICP mencapai US$ 120,75 maka BBM bisa naik menjadi Rp 6.000 per liter. (detik)