Kediri - majalahbuser.com, Cerita Panji yang mendunia hingga pada 2017 tercatat sebagai Memory of the World (MoW) oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa alias UNESCO belum terlalu popular di sebagian masyarakat kediri, terlebih dikalangan anak muda (generasi milenial).
Memperhatikan hal tersebut, Cabup Kediri Hanindhito Himawan Pramana (Mas Dhito) mengajak generasi melineal untuk lebih mengenal dan uri-uri budaya asli Kediri sebagai salah satu aset Kabupaten Kediri yang harus lestari.
Hal itu disampaikan Mas Dhito pada Sarasehan Budaya Panji yang melibatkan pegiat seni dan kaum melenial di sebuah Kedai dekat Simpang Lima Gumul (SLG) yang digelar dengan menerapkan protokol kesehatan. Jum'at, 6/11.
"Hari ini saya memang merangsang generasi mileneal supaya mereka tidak melulu melestarikan budaya barat tetapi, mereka harus sadar bahwa Kabupaten Kediri bisa berdiri seperti ini karena budayanya yang sebegitu kuat, salah satunya adalah Sri Aji Joyoboyo dan berbagai kesenian yang ada," urai mas Dhito.
Lanjut Mas Dhito, banyaknya kesenian dan budaya di Kediri, perlu diinventariser satu persatu mana yang menjadi ciri khas dan menjadi budaya kabupaten kediri untuk kemudian dikembangkan.
Untuk itu, jika terpilih pada Pilbub nanti Ia berjanji akan membangun gedung kesenian yang berdekatan dengan museum.
"Kalau saya terpilih, saya ingin di kantor Kabupaten yang halamannya cukup luas saya rasa jika satu bulan sekali kita adakan pagelaran seni tidak masalah, nanti rencananya juga akan kita bangun gedung kesenian yang berdekatan dengan museum," Janji Cabup Mas Dhito.
Sebelumnya, pada Sarasehan Budaya Panji dengan narasumber Ki Hardjito (seniman), dan Dr. Rudy (akademisi) itu disebutkan, cerita Panji merupakan cerita roman yang memiliki nilai universal.
Kisah Panji/Inao yang asli dan terkenal (cerita mayor) pertama kali muncul pada abad ke-14 di Jawa Timur, tepatnya di Kediri.
Tokoh utama dalam Cerita Panji tersebut adalah Raden Panji Inu Kertapati (Asmarabangun) seorang Pangeran Kerajaan Jenggala dan Galuh Candrakirana (Dewi Sekartaji) Putri Kerajaan Panjalu.
Kemudian cerita panji berkembang sesuai kultur daerah menjadi cerita minor (penyamaran) Raden Panji dalam menemukan cintanya (Galuh Candrakirana) seperti dalam cerita Timun Mas, Entit, Panji Laras, Keong Kencana, Ande-ande Lumut, dan lainnya.
Bahkan, seni kuda kepang yang ada di berbagai daerah saat ini semuanya berlatar belakang cerita Panji.
Berbagai cerita ini lalu menyebar sampai sejumlah kerajaan di Nusantara (Indonesia dan Malaysia), bahkan kemudian sampai ke Siam (Thailand), Khmer (Kamboja), Birma (Myanmar), dan Filipina.
Di kawasan Indocina, cerita Panji diadaptasi sesuai dengan situasi setempat. Tokoh Raden Inu Kertapati diadaptasi dalam karya sastra dan drama tari dengan nama yang bervariasi. (pri/bsr1)