Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Peta kekuatan klub sepak bola di liga-liga elit Eropa kini berubah dalam satu dekade terakhir, seiring munculnya miliiuner-miliuner baru yang merogoh dalam-dalam koceknya untuk memiliki klub.
Selasa, 21 Agustus 2012

Orang Kaya Bikin Sepak Bola Makin Gila
Tren ini dimulai hampir satu dekade lalu, saat pengusaha minyak asal Rusia, Roman Abramovich, mengakuisisi klub Liga Primer Inggris, Chelsea, di awal musim 2003-04. Akuisisi ini langsung membuat ‘The Blues’ jadi jauh lebih baik.

Pada gebrakan pertamanya, Abramovich mendatangkan 14 pemain dengan pengeluaran 120,15 juta pound. Dengan pemain-pemain seperti Juan Veron, Hernan Crespo hingga yang termahal Damien Duff seharga 17 juta pound, Chelsea berada di tempat kedua. Berikutnya ia merekrut pelatih Jose Mourinho dan pemain-pemain seperti Riccardo Carvalho, Arjen Robben hingga penyerang 24 juta pound, Didier Drogba. Gelar pertama dalam 50 tahun terakhir pun direbut dan berulang di musim berikutnya. Total 94,5 juta pound dihamburkan dikala itu.

Saat itu, pelatih Manchester Untied, Sir Alex Ferguson, masih tetap tenang. Uang bukan faktor signifikan baginya untuk meraih gelar juara, yang dibuktikannya dengan meraih tiga gelar secara beruntun setelah Chelsea merebutnya pada 2004-05 dan 2005-06. Setelah Chelsea, muncul Manchester City. Didukung kekuatan dari Timur Tengah, City di bawah kepemilikan Abu Dhabi United Group (ADUG) sejak September 2008 menjadi jauh lebih mengerikan dibanding Chelsea. Tak hanya memborong bintang muda yang baru bersinar, City berani membajak pemain besar seperti Samir Nasri dari Arsenal.

Namun Ferguson tetap percaya uang tidak bisa membeli gelar, setidaknya hingga akhir tahun lalu. “Kita lihat City di bawah pemilik mereka yang kaya. Kekuatan uang mereka membawa tim ke puncak klasemen dan menjadi favorit juara. Tapi tidak selamanya hal ini berhasil (meraih gelar), karena ada faktor lain yang dibutuhkan,” katanya kepada The Sun. Sayangnya, keyakinan pelatih paling disegani di Liga Primer Inggris itu tak terbukti. Dengan pemain-pemain seperti David Silva, Sergio Aguero, Carlos Tevez, Mario Balotelli hingga Gareth Barry, City meraih gelar liga pertama dalam 44 tahun terakhir.

Total, uang yang dikeluarkan City untuk meraih gelar pertamanya dibawah kepemilikan ADUG, terhitung sejak musim 2009-10, mencapai 338 juta pound, dengan pengeluaran terbesar pada musim 2010-11, sebesar 143 juta pound. Ditambah dengan kemudahan informasi yang didapat sekarang ini, pergerakan klub dengan modal pas-pasan kian terbatas. Klub kaya seperti Chelsea dan City nyaris tak punya target yang benar-benar orisinil. Mereka lebih sering mengekor pergerakan klub-klub lain untuk kemudian ‘membajaknya’ dengan kekuatan uang mereka.

Klub-klub dengan keuangan minim kian tertekan musim ini setelah Paris Saint-Germain dibeli korporasi Qatar Investment Group. Klub asal Prancis itu menggila di bursa transfer. Kejutan besar adalah saat mereka sukses menggembosi raksasa Italia, AC Milan, dengan memboyong Ibrahimovic dan Thiago Silva. Belum cukup, ‘Les Parisiens’ memenangkan perebutan pemain muda asal Brasil, Lucas Moura, melawan Inter Milan dan MU.

Kedua pesaingnya hanya bisa menggelengkan kepala. Bagaimana tidak, saat krisis finansial melanda sepak bola, PSG justru mengeluarkan 524 miliar rupiah untuk pemain 19 tahun yang belum teruji di level Eropa. Total, sudah 85 juta pound (1,3 triliun rupiah) dikeluarkan PSG awal musim ini. "Tidak ada penyesalan karena gagal mendapatkan Moura. Angka 45 juta euro yang diajukan PSG sangat tidak logis," kata presiden Inter Milan, Massimo Moratti, seperti dinukil dari Sky Sports Italia.

Sementara Ferguson mengakui bahwa hadirnya klub-klub dengan kekuatan finansial menyulitkannya dalam mengembangkan tim. "Saya terkejut sebuah klub membayar 45 juta euro untuk anak berusia 19 tahun. Ketika seseorang membayar bocah 19 tahun seharga 45 juta euro, Anda harus mengakui permainan ini sudah gila. Yang bisa mencegah hal itu hanyalah UEFA," katanya, seperti dilansir The Sun.

Bahkan untuk merekrut pemain-pemain yang sudah memasuki akhir karirnya pun bukan perkara mudah. Samuel Eto’o lebih memilih hijrah ke Rusia bersama Anzhi Makhachkala sementara Didier Drogba dan Nicolas Anelka berlabuh di klub Cina, Shanghai Shenhua. Kedua klub ini berani memberikan gaji yang justru lebih besar dibandingkan saat para pemain berada di puncak karirnya. Hal yang jelas tak masuk akal bagi klub-klub Eropa. Sedikit klub mapan yang masih bisa menyaingi klub-klub kaya baru ini adalah Real Madrid dan Barcelona. Selain finansial yang masih kuat, duo Spanyol ini punya gengsi yang lebih besar dibandingkan klub-klub lainnya di mata pemain.

Di Italia, Milan, Inter dan Juventus lebih memilih bersikap rasional dan mengalihkan buruan kepada pemain yang belum terlalu populer di bursa transfer. Milan bahkan hanya bersedia membeli pemain dengan sistem pinjam dulu dan membelinya secara permanen di musim berikutnya, jika memang terbukti memuaskan. Situasi ini dimanfaatkan klub-klub semenjana pemilik bibit-bibit unggul untuk mengeruk keuntungan. Setelah Moura dari Sao Paulo, kini Neymar (Santos) dan Hulk (Porto) dibandrol hingga triliunan rupiah.

UEFA bukannya diam menyikapi hal ini. Kebijakan Financial Fair Play diterapkan awal musim ini dan akan berlaku penuh pada 2018. Secara garis besar, pengeluaran klub tak boleh jauh lebih besar daripada pemasukannya, seperti penjualan pemain, merchandise, tiket, sponsor, hak siar dan sebagainya, serta melarang suntikan dana dari pemilik. Jumlah hutang dibatasi maksimal 11 juta euro, menurut kurs tahun 2010, tahun disepakatinya peraturan ini.

Well, ada baiknya Sir Alex mulai mengikuti anekdot masyarakat Jawa: Jamane jaman edan, sing ora edan ora kumanan, yang berarti kurang lebih 'sekarang memang jaman gila, yang tidak gila tidak akan kebagian.'[inilah]
      Berita Daerah  :

      Berita Nasional :