Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Selasa (4/12/2012) yang mengagendakan pandangan fraksi-fraksi di DPR terkait draft rancangan UU Pemilu Presiden menunjukkan sikap yang beragam.
Bahkan perbedaan juga terjadi di partai-partai yang tergabung dalam Setgab Koalisi. Padahal, Selasa (27/11/2012) malam pekan lalu, Setgab Koalisi telah sepakat untuk tidak merevisi UU Pilpres. "Keputusan rapat Setgab, UU Pilpres tidak akan direvisi," ujar Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy saat dikonfirmasi pekan lalu.
Namun, kesepakatan itu ternyata berbeda dari kenyataan politik di lapangan. Praktis hanya Fraksi Partai Demokrat (FPD) yang secara tegas menolak perubahan UU Pilpres tersebut. "FPD berpendapat, menolak tegas perubahan UU 42/2008, kami memandang masih relevan untuk Pilpres 2014," ujar Soebijakto, anggota Fraksi Partai Demokrat saat membacakan sikap fraksi dalam rapat Baleg DPR RI.
Suara partai koalisi lainnya seperti Fraksi Partai Golkar (FPG) bersikap abu-abu karena tidak tegas menolak perubahan UU Pilpres. "FPG berpendapat agar ditunda pembahasan karena perlu pembahasan lebih lanjut yang komprehensif," kata Ali Wongso Sinaga, juru bicara Fraksi Partai Golkar.
Hal senada juga terjadi di fraksi PKS. Menurut Buchori Yusuf, FPKS memandang perlu pembahasan lebih komprehensif atas UU Pilpres. "Namun Fraksi PKS meminta penundaan untuk meminta waktu lebih lanjut," kata Bukhori.
Sikap serupa juga muncul dari Fraksi PKB DPR RI. Wakil Ketua Baleg DPR Anna Muawanah mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih komprehensif UU Pilpres dengan meminta waktu untuk mengkajinya. Di samping sikap yang mengambang, sikap lain yang lebih tegas juga muncul dari fraksi-fraksi lainnya dengan meminta pembahasan perubahan UU Pilpres.
Sikap ini muncul dari Fraksi Partai PAN, Fraksi PPP, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura. Juru Bicara Fraksi Gerindra Mestariyani Habi mengatakan perubahan UU Pilpres penting dilakukan terkait dengan sistem pemungutan suara, besaran presidential threshold (PT).
"Fraksi Gerindra menilai syarat minimal angka 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional dapat diuturunkan, agar masyarakat lebih luas dalam memilih capres/cawapres yang dapat berasal dari parpol/di luar parpol," kata Mestariyani.
Hal senada juga ditegaskan anggota Baleg DPR dari Fraksi PPP Ahmad Yani yang menilai UU No 42 Tahun 2008 melanggar konstitusi Pasal 6a huruf (2). "Untuk presidential threshold, zero persen. Latar belakang konstitusi dan sosiologis. Dengan cara ini membuka ruang munculnya capres-capres. FPPP berpendapat perubahan UU 42 Tahun 2008 sebuah keniscayaan," kata Yani.
Juru Bicara Fraksi PAN Ismet Ahmad juga mengatakan pihaknya setuju RUU Pilpres diubah dan diperbaharui. Menurut dia, FPAN menerima dan menyetujui untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR.
Pandangan fraksi-fraksi di Baleg DPR memang belum menjadi keputusan Baleg DPR. Rencananya, pada sidang ketiga setelah reses awal tahun depan, Baleg akan menggelar rapat pleno. Namun, dari konfigurasi politik di Baleg, memberi harapan bagi Prabowo Subianto untuk melenggang dalam Pilpres 2014 mendatang dengan menurunkan besaran presidential threshold. [inilah]