"Kalau Kapolri sudah menyatakan seperti itu, ini ada yang gawat, ada yang serius," kata Bima di Jakarta, Sabtu, 6 Oktober 2012. Menurut dia, keadaan ini sudah seperti kejadian pada 1998 lalu kala ada mobilisasi liar dari satuan-satuan perangkat kekuasaan.
Karena itu, Bima melanjutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semestinya memanggil Kapolri secepatnya untuk meminta penjelasan ihwal tidak adanya koordinasi dalam institusi Polri seperti malam tadi. "Ini kan bahaya, provos bisa dimobilisasi karena kepentingan-kepentingan elemen yang sifatnya personal."
Sejumlah anggota Polri dari Kepolisian Daerah Bengkulu, Kepolisian Daerah Metro Jaya, dan Markas Besar Polri mendatangi kantor KPK Jumat malam, 5 Oktober 2012. Mereka, yang sebagian tidak menggunakan seragam, ditengarai ingin menjemput paksa seorang penyidik senior di KPK bernama Novel Baswedan. Novel dianggap terlibat dalam aksi pembunuhan pada 2004 lalu.
Usaha penangkapan Novel ini digagalkan Ketua KPK Abraham Samad bersama anggota lain seperti Bambang Widjojanto. Bahkan, kalangan penggiat anti korupsi serta aktivis mahasiswa ikut membentengi gedung KPK dari penggerebekan polisi.
Novel dituduh bertanggung jawab atas penganiayaan enam pencuri walet sehingga meninggal pada 2004. Kala itu, Novel menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal pada polres di Polda Bengkulu. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedy Irianto menuding Novel menembak tersangka yang terlibat kasus pencurian. Dedy juga membantah penangkapan Novel sebagai bentuk kriminalisasi KPK.
Sedangkan pimpinan KPK menduga tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap penyidiknya. Sebab, Novel adalah penyidik berbagai kasus besar korupsi, seperti kasus korupsi simulator kemudi. Novel juga yang memeriksa tersangka kasus simulator SIM yaitu Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Polri: Kapolri Tak Perlu Tanggung Jawab
Kepolisian RI mengklaim Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo tidak perlu bertanggung jawab atas peristiwa usaha penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan oleh Kepolisian Daerah Bengkulu. Polri mengklaim, seluruh mekanisme penangkapan tersebut sudah sesuai mekanisme dan ada koordinasi.
"Jangan semua harus Kapolri, semua sudah sesuai kok," kata Kepala Badan Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Agus Rianto, saat dihubungi, Ahad, 7 Oktober 2012.
Ia menyatakan, kedatangan polisi ke KPK tidak ada yang salah. Semua diklaim telah sesuai prosedur dan resmi. Penyidik Polda Bengkulu datang ke Jakarta tidak langsung ke KPK tetapi berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya.
"Di sini ada koordinasi Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya, Kapolri tidak perlu dikait-kaitkan pada level bawah," kata Agus.
Menurut Agus, pada saat proses upaya penangkapan Novel, penyidik Polda Bengkulu juga terlebih dulu koordinasi dengan penyidik KPK untuk bertemu pimpinan dan menunjukkan surat penangkapan.
"Apa yang salah? Apa karena malam hari? Kalau penangkapan bisa kapan saja," kata dia.
Bahkan, Agus menyinggung, justru KPK yang pernah tidak sesuai aturan ketika menggeledah kantor Korps Lalu Lintas Markas Besar Polri pada akhir Juli 2012. Pada saat itu, KPK dinilai tidak berkoordinasi dengan kepolisian.
Semua alasan ini disampaikannya sebagai tanggapan terhadap desakan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencopot Jenderal Timur Pradopo sebagai Kapolri. Timur dinilai telah gagal mengatur dan membina anggotanya terutama pada usaha penangkapan Novel Jumat lalu.
Timur juga diduga berperan dalam beberapa polemik Polri dengan KPK, terutama sejak penanganan kasus korupsi simulator surat izin mengemudi yang menjerat Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Sebelum usaha penangkapan Novel yang adalah ketua tim penyidik simulator, Timur juga menarik 20 penyidik polisi dari KPK.
Jumat malam lalu, puluhan polisi berpakaian seragam dan preman mendatangi kantor KPK di Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan. Mereka hendak menciduk Novel. Novel diduga menganiaya enam pencuri sarang burung walet ketika menjabat Kepala Satuan Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu pada 2004. Namun, KPK menilai tindakan polisi sebagai upaya kriminalisasi terhadap Novel. (tempo)