"Kalau kita jujur, ada 551 kasus penyalahgunaan subsidi dari Oktober sampai November ini. Memang pengaturan belum terlaksana dengan baik," ujarnya saat diskusi Polemik Sindo Radio di Cikini, Jakarta, Sabtu (1/12).
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Achmad Farial yang mengatakan distribusi BBM paling banyak bobol di Kalimantan dan Kepulauan Riau. Menurutnya, BBM menjadi buah yang manis untuk mencari keuntungan, namun ia menyayangkan kinerja BPH Migas yang dinilainya salah dalam memperhitungkan besaran kuota subsidi BBM.
"BPH Migas tiga tahun selalu missed menghitung kuota BBM. Tahun ini dua kali terjadi, pertama bulan Juni yang kurang Rp4,4 triliun, dan yang sekarang bulan November. Dalam 1 tahun 22 triliun yang missed dihitung oleh BPH, tapi yang ditangkap ikan teri semua yang menyelundupkan 5 ribu liter, 10 ribu liter, yang besar kemana? Kalau 551 ada temuan penyelewengan, BPH Migas kerjanya apa?" tandasnya.
Djoko menambahkan, sistem IT diharapkan mampu mengurangi terjadinya penyelewengan BBM subsidi. Karenanya, tahun ini Pertamina telah melakukan uji coba penggunaan sistem IT di 112 SPBU yang ada di Kalimantan. Wilayah Kalimantan dipilih untuk melakukan uji coba karena banyaknya kebocoran di provinsi tersebut.
"Sistem IT sudah diterapkan dan jalan sesuai aturan untuk badan usaha subsidi dan non subsidi, Dulu ada 7 jenis BBM disubsidi sekarang ada 3, dari segi distribusi sudah kita atur tahun 2012 menggunakan sistem IT. Pertamina sudah uji coba di 112 SPBU d Kalimantan. Kita coba disana karena disana sering terjadi kebobolan. Kalau di Jakarta kan banyak orang yang melihat kalau ada pelanggaran, kalau di Kalimantan kan tidak bisa. Mana ada yang ke hutan atau ke laut pagi-pagi dan melihat pelanggaran itu," terangnya.
Djoko menambahkan tahun mendatang Pertamina janji menerapkan sistem IT ke seluruh Indonesia. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan seluruh gubernur di Kalimantan agar melakukan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi.
Pertamina Bantah Jual Premium cuma Rp4.300
PT Pertamina (Persero) membantah tudingan bahwa pihaknya menjual bahan bakar minyak bersubsidi di bawah harga Rp4.500 pada Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas). Perbedaan harga jual BBM subsidi pada Hiswana Migas hanyalah teknis pembayaran komisi.
"Itu hanya masalah teknis pembayaran. Itu daripada pengusaha SPBU membayar Rp4.500 per liter pada Pertamina, kemudian Pertamina mengembalikan lagi margin Rp200 ke SPBU. Jadi prosesnya dibuat simpel," kata VP Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (1/11).
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (30/11), Direktur BPH Migas Djoko Siswanto sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 harga jual eceran dan konsumen pengguna BBM subsidi jenis premium sebesar Rp4.500.
Namun, faktanya di lapangan Hiswana Migas membeli di depot Pertamina seharga Rp4.300. Menurut Djoko, akibat ketidaksesuaian Perpres dengan fakta di lapangan, tidak semua BBM yang sampai di depot juga sampai ke masyarakat. Padahal negara membayar subsidi BBM yang keluar dari depot Pertamina.
Menanggapi hal tersebut, Ali menyatakan Pertamina tidak mungkin menjual harga BBM subsidi di harga yang lebih murah. "Kalau jual lebih murah kan Pertamina yang rugi," katanya. Karena itu, Ali menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran aturan yang dilakukan Pertamina hingga berpotensi merugikan negara.
DPR Tuding BPH Migas tidak Cermat
Komisi VII DPR RI yang membidangi energi dan sumber daya mineral akan menyetujui penambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebanyak 1,2 juta kiloliter (KL). Meski demikian, Komisi VII menuding Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) tidak cermat dalam menghitung kuota BBM bersubsidi.
"Kami tanya dulu alasannya (penambahan kuota BBM bersubsidi) apa. Nanti kami setujui agar tidak ada antrean. Kasihan rakyat. Jika untuk kepentingan rakyat selesai satu hari," kata Wakil Ketua Komisi VII Achmad Farial dalam diskusi Polemik Sindoradio Repotnya Mengatur BBM di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (1/12).
Farial pun menegaskan pihaknya akan menyetujui penambahan kuota tersebut. Tapi, kata dia, apabila akhir tahun mengajukan lagi, pihaknya tidak akan segan-segan mengajukan pembekuan BPH Migas.
Pasalnya, menurut Farial, perhitungan kuota BBM bersubsidi yang diusulkan pemerintah pantas dipertanyakan. Karena, pada UU APBN-P 2012, pemerintah sudah meminta tambahan kuota sekitar 4,04 juta KL dari kuota awal yakni 40 juta KL. Dengan tambahan tersebut sebetulnya, kuota BBM bersubsidi menjadi 44,04 juta KL. (MICOM)