Kediri - Ratusan Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Kediri gagal menemui Bupati Kediri, Haryanti Sutrisno. Mereka berniat mengajak orang nomor satu di Kabupaten Kediri ini beraudiensi tentang polemik pengangkatan perangkat desa 2018.
Ratusan kades sempat berkumpul di kawasan Simpang Lima Gumul (SLG) Kabupaten Kediri, Selasa (6/3/2018). Mereka kemudian meluruk Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri di Jalan Soekarno Hatta, Kabupaten Kediri.
Para kades ingin bertemu langsung dengan Bupati Kediri. Menyusul, surat permintaan audiensi sudah dikirimkan kedua kalinya oleh Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Kediri.
Karena gagal bertemu dengan kepala daerah perempuan ini, perwakilan kades akhirnya ditemui oleh Kesbangpol, Kabag Hukum dan Kasatpol PP Kabupaten Kediri. Pertemuan yang berlangsung di ruang Satpol PP ini berlangsung secara tertutup untuk umum, dan wartawan dilarang masuk untuk mengikuti jalannya audiensi.
Kepala Paguyuban Kepala Desa se Kabupaten Kediri, Johansyah Iwan Wahyudi mengaku, sudah berkirim surat kepada Bupati Kediri Haryanti Sutrisno sebanyak dua kali. Tetapi tidak tidak dibalas. Akhirnya para kades meluruk Kantor Pemkab Kediri secara bersama-sama.
"Mengingat, hari ini Bupati ada kepentingan diluar. Sehingga, delapan perwakilan Kepala Desa hanya ditemui Kesbangpol, Kabag Hukum dan Kasatpol PP Kabupaten Kediri,"terang Johansyah usai pertemuan.
Padahal, kata Johansyah, para kades berkeinginan menemui Bupati Kedidi bukan untuk berdemo, melainkan hanya ingin beraudiensi. Meskipun gagal, tetapi para kades tidak patah semangat. Mereka akan tetap menemui Haryanti Sutrisno nantinya.
Ada beberapa hal yang harus didengar dan diketahui oleh Bupati Kediri. Namun, karena tidak bertemu secara langsung, maka aspirasi para kades itu akhirnya disampaikan melalui Kabag Hukum.
"Kami hanya ingain, kewenangan Kepala Desa, sesuai Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 dikembalikan. Kembalikan rohnya Kepala Desa," desaknya.
Perda maupun Perbup Kedori sebenarnya, kata Johansyah tidak menghambat dalam rekrutmen perangkat desa, tetapi hanya teknis pelaksanaan yang bermasalah. Tehnisnya terlalu berbelit-belit.
"Yang perlu dipahami kewenangan Camat terlalu mengintervensi dalam rekrutmen perangkat desa ini. Rekomendasi camat harus nomor satu (peringkat pertama) yang harus dilantik. Padahal, posisinya hanya merekom tidak bisa mengangkat dan memperhentikan perangkat desa,"kecamnya.
Menurut Johansyah setelah tujuh hari kerja, Camat tidak memberi rekomendasi, secara otomatis calon dengan peringkat pertama yang dilantik. Sedangkan, Kepala Desa melantik peserta berdasar rekomendasi dari Camat.
"Kita hanya meluruskan saja. Mereka adalah pengawal - pengawal aturan yang benar. Tapi, kenapa tidak bisa mencermati secara benar. Kita kepala desa tidak tahu aturannya, tapi menurut pemahaman saya seperti itu," jelasnya.
Berdasadkan hasil audiensi hari ini, ada penjelasakan bahwa dalam waktu dekat para kades akan dipertemukan dengan Bupati Kediri. Paguyuban Perangkat Desa Kabupaten Kediri ingin ada revisi didalam aturan di Perbup yang mengikat.
Untuk diketahui, delapan orang perwakilan Kepala Desa yang ikut di dalam pertemuan tersebut, antara lain, Kepala Desa Tulungrejo, Kwadungan, Kaliboto, Sekaran, Klampitan, Karangpakis, Ndurenan dan Kepala Desa Klampisan.
Diberitakan sebelumnya, pengangkatan perangkat desa se-Kabupaten Kediri tahap pertama meninggalkan polemik. Lantaran peserta yang dilantik bukan dari peringkat pertama hasil ujian, menuai reaksi.
Di Desa Nanggungan, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri warga berunjuk rasa menolak pelantikan. Karena polemik ini, aliansi LSM Kediri juga beberapa kali berunjuk rasa. Bahkan, Unit Tindak Pidana Korupsi Polres Kediri langsung melakukan penyelidikan dengan memanggil sejumlah kepala desa serta peserta seleksi. [nng/but/beritajatim]