Selanjutnya, mereka memblokir KA dengan cara tidur di atas rel. Sedangkan massa lainnya, menaiki lokomtif kereta. Aksi itu dilakukan sekitar 20 menit. Praktis, kendaraan yang kerap dijuluki ular besi tersebut memilih berhenti.
Aksi itu baru berhenti ketika Kepala Stasiun (KS) Sembung, Agus S, datang menengahi. Selanjutnya, puluhan penumpang tersebut menyampaikan aspirasinya.
"Kami meminta agar tidak ada pengurangan gerbong. Karena kebijakan itu menyengsarakan para pelanggan," kata Solikin (42), salah satu penumpang.
Solikin mengatakan, aksi spontanitas itu dipicu oleh kebijakan PT KAI per Januari 2013 ini. Diantaranya, penghapusan sistem abonemen atau tarif langganan setiap bulan. Sebelumnya, para pelanggan membayar Rp 140 ribu setiap bulan. Uang itu untuk pembayaran transportasi KA DHoho atau KRD dari Stasiun Sembung hingga Surabaya.
Namun semenjak aturan itu dihapus, pelanggan mulai kesulitan. Karena mereka harus membeli tiket setiap hari. Untuk KRD sebesar Rp 2 ribu, sedangkan Dhoho sebesar Rp 4 ribu.
Yang menjadi persoalan, tiket tersebut dibatasi hanya seratus lembar per hari. Sudah begitu pembelian tiket tersebut juga di stasiun tertentu, yakni Jombang, Kertosono, Peterongan, serta Sumobito.
"Karena jarak stasiun tersebut cukup jauh, kami keberatan. Apalagi dua kereta ekonomi tersebut juga tidak berhenti di Stasiun Sembung per 15 Januari lusa," sambung Agung, penumpang lainnya.
Padahal, lanjutnya, calon penumpang yang berada di Stasiun Sembung mencapai 300 orang per hari. "Lha mana cukup kalau tiket yang disediakan hanya seratus lembar saja," ungkapnya kesal.
Tuntutan lainnya adalah kebijakan pengurangan gerbong. Sebelumnya, KA Dhoho menyadiakan tujuh gerbong untuk para penumpang. Namun terhitung per Januari ini gerbong tersebut dipangkas hanya tinggal empat. Ironisnya, dari empat gerbong tersebut hanya tiga saja yang difungsikan, sedangkan satu gerbong lagi dibiarkan menganggur dan terkunci.
"Sekali lagi, kami berharap kebijakan tersebut dihapus. Jika tidak, kami akan terus berdemo," ujar penumpang hampir bersamaan.
Menanggapi tuntutan itu, Kepala Stasiun Sembung, Agus S, tidak bisa berbuat banyak. Alasannya, kebijakan itu datang dari pusat. Ia hanya menyarankan agar para penumpang membuat surat keberatan secara resmi dan dikirimkan ke PT KAI Daerah Operasi (Daop) 7.
"Jadi kami berharap agar penumpang membuat surat keberatan secara resmi," pungkas Agus. [beritajatim]