"Sejak bergulirnya reformasi, tuntutan liberalisasi, kebebasan dan demokratisasi seolah menandai kemunduran pamor ideologi Pancasila. Ketidak-mampuan negara untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya, serta memberikan perlindungan dan jaminan keamanan, nampaknya menyumbang pada semakin merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap ideologi Pancasila,” kata Endriartono.
Terpinggirkannya Pancasila beberapa tahun terakhir ini kata Endriartono sudah sangat terasa akibat-akibat negatifnya dalam kehidupan bermasyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Tumbuh suburnya sentimen kedaerahan, bentrok massal antar etnik, konflik antar agama adalah akibat yang muncul.
"Perbedaan tidak lagi dihargai sebagai berkah dan kekayaan bangsa, tetapi telah menjadi alasan untuk saling curiga, dan sumber perbedaan yang kemudian menyulut konflik," ujarnya.
Pada tataran politik, lanjut Endriartono, terpinggirkannya Pancasila juga ditandai berbagai kemunduran. “Mereka melakukan manipulasi sistematis terhadap demokrasi dan proses demokratisasi yang berkembang tanpa pijakan filosofi dan prinsip-prinsip yang jelas,” pungkasnya.
Pancasila Persatukan Bangsa Indonesia
Pancasila, jika dimaknai secara mendalam maka akan menambah rasa persatuan dan turut melestarikan budaya bangsa.
"Pengalaman menunjukkan bangsa Indonesia selalu mendapat serangan dari pihak lain yang ingin merusak Pancasila pada saat bangsa Indonesia tidak siap. Bangsa Indonesia terus bersatu dan kokoh dan harus terus memelihara Pancasila. Dengan memperingati Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, merupakan salah satu bentuk pemeliharaan dan pelestarian," terang Ketua Umum Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Jenderan TNI (purn) Try Sutrisno, saat membuka diskusi peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang diselenggarakan Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) di Sasono Langen Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Senin (1/10/2012).
Sebagai generasi tua, lanjut Try Sutrisno, Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP), memiliki tanggung jawab moral untuk mewariskan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Mengajak generasi muda untuk mengkaji ulang Pancasila setelah UUD 1945 diamandemen.
"Setelah adanya amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali pada 1998-2002, maka UUD Negara Republik Indonesia 1945 sudah semakin kurang dari jiwa Pancasila," katanya. Ia mencontohkan, perekonomian Indonesia yang sebelumnya berlandaskan kerakyatan dan gotong-royong sudah bergeser menjadi ekonomi pasar bebas yang kurang sejalan dengan tujuan negara Indonesia.
Jika Pancasila tidak segera dikaji ulang maka dikhawatirkan maka bangsa Indonesia akan semakin jauh dari cita-cita pendidi bangsa. Yakni untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan makmur serta tujuan negara Indonesia untuk mensejahterakan rakyat.
"Peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini yakni konflik antar elemen bangsa jika tidak segera diantisipasi maka akan menjadi konflik yang lebih luas dan berpotensi memicu disintegrasi. Dengan mengamendemen UUD 1945, disadari atau tidak, akan mengubah kultur dan nilai-nila bangsa Indonesia bangsa dari bangsa yang ramah dan suka bergotong-royong menjadi bangsa yang individual," jelasnya.
Hal senada diutarakan oleh Mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. Menurutnya, saat ini nilai-nilai yang tumbuh di tengah bangsa Indonesia sudah bergeser jauh. "Kita harus sadar bahwa Pancasila harus ditegakkan. Penegakan itu tidak cukup hanya dengan orasi, tapi harus integrated di tengah bangsa Indonesia," katanya.
Integrasi yang dimaksud adalah meliputi UUD 1945 yang merupakan institusionalisasi dari semua UU yang berlaku di Indonesia. UUD 1945 tidak boleh sampai merusak roh Pancasila, dalam pembukaan UUD 1945 adalah universalitas.
"Ibarat pohon, makanan berasal dari sumber yang diserap ke atas melalui batang. Maka UUD 1945, batang tubuh merupakan badan yang memproses nilai-nilai bangsa Indonesia," terangnya.
Hasyim menilai, saat ini nilai-nilai bangsa Indonesia sudah bergeser dari persatuan dan kerakyatan menjadi keuangan yang maha kuasa. Leadership saat ini tidak sepenuhnya pada kepala negara. Separuh dari kekuasaan negara ada di parlemen.
"Anggota parlemen adalah produk politik dari parpol. Ada juga orang yang menjadi anggota parlemen, untuk mencari pekerjaaan. Karena itu, ketika tidak ada standarisasi, dan loyalitas kepada negara kekuasaan negara menjadi terkapling oleh visi politik," tegasnya. [inilah]