Hingga kini, kata Giri, tak ada pegawai ataupun penyelenggara negara yang melaporkan gratifikasi seks tersebut. Padahal, undang-undang tentang gratifikasi sudah mengatur bahwa pemberian bukan hanya berupa uang tunai, tetapi juga bisa berupa diskon dan kesenangan.
Giri menambahkan, gratifikasi seks dapat menjadi bahan penelusuran KPK. Pembuktiannya tidak harus ada laporan. Namun, untuk mengembangkan kasusnya, KPK mesti punya bukti. "Gratifikasi jangan dinilai tarifnya berapa, tetapi apakah itu mempengaruhi jabatan," katanya.
Adapun Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui ada kelemahan aturan untuk menjerat kasus gratifikasi seks. Ia menyatakan lembaganya sedang menyempurnakan aturan-aturan supaya para pelaku bisa dijerat.
"Saat ini yang diatur masih batasan-batasan rupiahnya," ujar dia. Adnan mengakui kesadaran pegawai dan penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi cukup rendah. Sejak 2004, jumlah laporan soal gratifikasi terus meningkat hingga 2011.
Namun angkanya sempat turun pada 2012. Untuk 2010 ada 349 laporan, 2011 sebanyak 1.373 laporan, dan 2.012 sebanyak 1.158 laporan. Kementerian Keuangan memegang rekor tertinggi untuk lembaga yang paling banyak mengembalikan gratifikasi
KPK menyebutkan, selama tahun lalu Kementerian Keuangan melaporkan 15 penerimaan gratifikasi, terbanyak untuk kategori kementerian. Untuk kategori badan usaha milik negara, yang terbanyak menyetorkan penerimaan gratifikasi adalah Bank Jabar-Banten dengan 36 laporan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan laporan soal gratifikasi kepada KPK menjadi momentum bagi pihaknya untuk memajukan integritas dan kualitas organisasi. “Kami ingin terus membangun institusi yang bebas dari korupsi," ucapnya, Selasa, 8 Januari 2012.
Kemenkeu Paling Banyak Serahkan Gratifikasi ke KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan piagam penghargaan kepada pegawai negeri sipil maupun penyelenggara negara yang melaporkan gratifikasi ke lembaga antikorupsi selama 2012. Kementerian Keuangan dinilai sebagai kementerian yang paling banyak melaporkan penerimaan gratifikasinya.
"Kami menerima 15 laporan gratifikasi dari Kementerian Keuangan," ujar Adnan Pandu Praja, Wakil Ketua KPK, saat menggelar jumpa pers seusai pemberian piagam penghargaan, di kantornya, Selasa, 8 Januari 2012.
Meski demikian, Pandu tak menyebutkan apa saja bentuk gratifikasi yang diterima oleh instansi yang dipimpin Agus Martowardjojo itu . Ia menambahkan, kategori badan usaha milik negara (BUMN) yang terbanyak melaporkan penerimaan gratifikasi adalah Bank Jabar Banten sebanyak 36 laporan, kemudian disusul Sekretariat Jenderal DPR dengan jumlah enam laporan.
"Kami memberikan piagam penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap pelapor yang menunjukkan integritasnya melaporkan penerimaan gratifikasi," ujar Pandu.
Gratifikasi, menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
KPK telah membuka penerimaan laporan gratifikasi mulai 2004 dengan jumlah yang terus meningkat hingga 2011. Namun, sempat turun pada 2012. Untuk tahun 2010 mencapai 349 laporan, 2011 sebanyak 1.373 laporan, dan 2012 sebanyak 1.158 laporan.
Adnan mengakui kesadaran pegawai maupun penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasinya masih cukup rendah. Padahal, sudah jelas, kata Pandu, sanksi yang diberikan apabila tak melaporkan gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup, penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
"Gratifikasi itu merupakan delik korupsi," ujarnya. Adnan mengatakan delik korupsi dalam gratifikasi itu sudah ditemukan KPK dalam beberapa laporan. Sebanyak 643 laporan sedang ditelisik karena diduga mengandung delik korupsi. "Sedang dalam proses penelusuran," ujarnya.
Menurut Pandu, masih banyak pegawai maupun penyelenggara negara yang tidak memahami dengan benar bentuk gratifikasi. Karena itu, Johan Budi S.P, juru bicara KPK, yang mendampingi Pandu dalam jumpa pers itu, menyatakan segala bentuk penerimaan harus dilaporkan ke KPK. "Nanti KPK yang menilai apakah ini gratifikasi atau bukan," ujarnya. (tempo)