Kediri - majalahbuser.com, Kelangkaan pupuk bersubsidi empat tahun lalu membuat petani di Desa Kencong, Kecamatan Kepung gelisah. Tak patah arang, hal itu mampu menjadi pelajaran bagi petani dan pemerintah desa. Mereka mengembangkan alternatif lain dengan mengandalkan pupuk organik hingga menjadi pertanian yang mandiri.
Hamparan padi terlihat hijau dan saat kita melintas di areal persawahan Desa Kencong. Sejumlah padi juga mulai merunduk, tanda bahwa padi itu sudah memasuki masa vegetatifnya.
Namun ada yang berbeda pada padi-padi tersebut, terbagi dalam plot-plot dengan papan besar bertuliskan 'Padi Konversi Organik kerjasama Bumdes dengan Kelompok Tani Mulur'.
Ya, padi tersebut adalah tanaman organik yang dikembangkan oleh kelompok tani (Poktan) dan Pemerintah Desa (Pemdes) Kencong.
Pengembangan ini sudah dilakukan sejak empat tahun yang lalu. Dimana saat itu petani kebingungan karena faktor mahalnya pupuk bersubsidi yang langka. Akhirnya ada sosialisasi dari petugas penyuluh lapang (PPL) terkait penanggulangan kelangkaan pupuk dengan pembuatan pupuk organik. Terutama dengan cara membuat kompos dari kotoran ternak.
"Kotoran ternak ini sangat murah dan mudah ditemukan di sini," kata Kepala Desa Kencong Nurhadi Wiyono, (26/12).
Selain itu, dukungan dari pemdes untuk mengembangkan alternatif ini juga sangat besar. Setiap satu bulan sekali selalu diadakan pelatihan. Pemdes mendatangkan PPL dan juga tim ahli.
Memang awal-awal pelatihan tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Banyak sekali permasalahan yang menimpa petani.
Menurut Wiyono, dalam mengenalkan pertanian berbasis organik pada Poktan membutuhkan proses yang panjang. Pasalnya perubahan sistem budidaya dari padi konvensional ke organik itu membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Awalnya hasil tanaman tidak seperti yang diharapkan. Terutama dalam pemasarannya yang sulit," ujarnya. Hal ini lantaran harga beras organik bisa mencapai dua kali lipat dibanding beras biasa. Tak hanya itu, kondisi gagalnya panen padi juga kerap terjadi.
"Namun itu masih didukung dengan harga jual beras organik yang mencapai 2 kali lipat. Itulah yang membuat kelompok tani semakin semangat," jelasnya.
Wiyono menyebut, pengembangan padi organik oleh Poktan di Desa Kencong telah bersinergi dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), terutama untuk Poktan yang berpengalaman. Pastinya dengan sinergi ini Pemdes berharap budidaya padi organik semakin berkembang lagi. Dimana selama ini lahan pertanian milik Bumdes Kencong disediakan untuk kepentingan Poktan padi organik.
Tak hanya Bumdes, Poktan juga bekerjasama dengan pondok pesantren dan panti asuhan di Desa Kencong. Hingga sekarang beras organik yang dihasilkan dari Desa Kencong pun banyak permintaannya, bahkan ketersediaan untuk mencukupi pasar pun kerap kurang. (kominfo/adv)