Keenam strategi itu adalah pencegahan pada lembaga penegak hukum, pencegahan pada lembaga lainnya, penindakan, harmonisasi peraturan perundang-undangan, penyelamatan aset hasil korupsi, kerjasama internasional, dan pelaporan.
Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0. Sebagai catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8.
Pada 2011, indeks itu sudah naik menjadi 3,0. Di negara ASEAN, CPI Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,9), Filipina (2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,5). Tapi CPI Indonesia masih di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4).
Yang penting, Indonesia sudah mencatat kemajuan luar biasa, dan mengalami kenaikan tertinggi dalam periode 2004 hingga 2011. Pada 2004 CPI Indonesia hanya 2,0.
Inpres 9 tahun 2011 terdiri dari 11 program, 102 rencana aksi, dan 142 subrencana aksi. Perintah itu dilaksanakan oleh 16 kementerian dan lembaga, yang di dalamnya terdapat 3 kementerian dan lembaga utama, yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Inpres ini juga memerintahkan seluruh lembaga pemerintah dari pusat sampai daerah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung.
Hanya 74 persen
Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, mengatakan realisasi instruksi sebelumnya, yaitu Instruksi Presiden 9 tahun 2011 hanya 74 persen yang tercapai memuaskan.
Tidak maksimalnya capaian itu di antaranya akibat lemahnya koordinasi antar Kementerian dan lembaga. "74 Persen subrencana aksi Inpres 9/2011 tercapai dengan status memuaskan per September 2011. Saat ini pelaporan tahap akhir pelaksanaan Inpres 9/2011 masih berjalan," kata Kuntoro di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat 30 Desember 2011.
Laporan akhir pelaksanaan Inpres itu sampai saat ini masih berlangsung. Dia menjanjikan laporan akhir pelaksanaan Inpres 9/2011 akan siap pada awal tahun. "Ini belum selesai prosesnya karena Desember belum berakhir, laporan baru akan masuk hari-hari ini. Sehingga laporan baru siap 5 Januari," kata mantan Menteri Pertambangan dan Energi ini.
Kuntoro mengungkapkan sejumlah capaian menonjol dari pelaksanaan Inpres itu, yakni menyangkut akuntabilitas. Ada perbaikan sistem penanganan perkara di lembaga penegak hukum serta penanganan pengaduan masyarakat dan perlindungan whistleblower.
Soal keterbukaan informasi, ada perbaikan pelaksanaan di lembaga penegak hukum serta Kementerian Hukum dan HAM. Di bidang perbaikan mutu sumberdaya manusia, ada pembaruan pengaturan rekrutmen, penyusunan basis-data kepegawaian, serta tes integritas pada petugas Lapas atau Rutan sebagai dasar pembinaan.
"Pada peningkatan koordinasi, capaian terpentingnya adalah pernyataan awal dari enam instansi penegak hukum untuk memberikan perlindungan pada whistleblower dan justice collaborator," ujar mantan Kepala Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias ini.
Keenam lembaga yang dimaksud yakni Kejaksaan, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung, Kemenkumham, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tak ada "komandan"?
Kritik datang dari Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari. Menurut dia Inpres Nomor 17 Tahun 2011 belum menjelaskan siapa yang menjadi komandan dalam pemberantasan korupsi. "Belum ada kejelasan lembaga mana yang menjadi komandan. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau Kejaksaan Agung," kata Eva Kusuma Sundari kepada VIVAnews.com, Jumat 30 Desember 2011.
Menurut Eva, bila komandannya adalah KPK, maka ada persoalan tersendiri. Yakni, soal bentuk lembaga yang independen dan tidak punya kaki. Sebagai perbandingan, kata Eva, di Australia yang menjadi komandan adalah lembaga sejenis Kejaksaan Agung.
"Semua kementerian atau lembaga wajib mempunyai konsep pencegahan di masing-masing instansinya. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sudah harus aktif sejak perencanaan, tidak hanya mencegat di ujung," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur VI itu. (np)(VIVAnews)