Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Denpasar – Ribuan ogoh-ogoh diarak berkeliling oleh warga Bali. Sejumlah jalanan pun ditutup. Warga berhamburan ke jalan-jalan untuk mengarak boneka raksasa itu. Sebagian lagi, ramai-ramai menyaksikan atraksi budaya tahunan itu di pinggir-pinggir jalan.

Dalam satu banjar yakni setingkat Rukun Tetangga, warga bisa membuat empat sampai lima ogoh-ogoh. Anak-anak hingga orang dewasa ikut mengangkat ogoh-ogoh tersebut.

Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang terbuat dari anyaman bambu yang dibaluri bubur kertas dan cat. Dalam perkembangannya, tak sedikit warga Bali yang membuat ogoh-ogoh dari bahan stereoform namun tetap menggunakan bubur kertas dan cat.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan, ogoh-ogoh merupakan manifestasi dari Bhutakala. Ogoh-ogoh akan diarak keliling kota pada satu hari sebelum perayaan Nyepi. Usai diarak keliling kota, ogoh-ogoh akan di-prelina atau dibakar, untuk selanjutnya dilarung ke laut.

Arak-arakan ogoh-ogoh mulai marak dilakukan warga Bali pada sejak tahun 1986. "Tepatnya setelah hari raya Nyepi diakui sebagai libur Nasional. Kota Denpasar yang memulai arak-arakan ogoh-ogoh keliling kota secara besar-besaran," kata Sudiana, Senin 27 Maret 2017.

Hanya pada saat itu bentuk ogoh-ogoh masih relatif kecil. Dalam perkembangannya, boneka ogoh-ogoh itu dibuat dalam bentuk yang besar.

Nyepi merupakan pergantian tahun baru Hindu yakni tahun Saka. Pada tahun ini, kalender Hindu memasuki tahun 1939 Saka. Perayaan pergantian tahun diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh. Sebelum ogoh-ogoh diarak, sejumlah warga menggelar persembahyangan Tawur Kesanga.

Ida Pedanda Gede Telaga dari Griya Gede Telaga Sanur, Denpasar menjelaskan, Tawur Kesanga (Bhuta Yadnya) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi manusia secara ritual dan spiritual agar menjaga alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.

"Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata 'tawur' berarti mengembalikan atau membayar," kata Ida Pedanda Gede Telaga.

"Tawur Kesanga juga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya," ujarnya menjelaskan.

Sejak Senin petang, warga Bali membunyikan kentongan dan menyalakan api keliling rumah untuk mengusir pengaruh jahat di dalam rumah. Jika tak memiliki kentongan, bisa pula digunakan sarana lain yang bisa menghasilkan bunyi seperti penggorengan, panci dan lainnya. Ritual ini dilakukan sebelum ogoh-ogoh diarak keliling. (mus/viva)
Senin, 27 Maret 2017

Perayaan Tahun Baru Saka 1939, Ribuan Ogoh-ogoh Diarak di Bali
Parade Ogoh-ogoh di Bali
(ANTARA)
      Berita Daerah  :

      Berita Nasional :