Pertemuan dihadiri Jamaludin dari Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Jatim, Edi Purwinarto-Asisten III Kesmas Sekdaprov Jatim, Kadinkes Jatim Harsono, Kabiro Kesra Setdaprov Jatim Ratnadi Ismaoen, Kisworowati-Kepala BPJS Kesehatan Jatim dan Nyoman Ngurah–Kepala BPJS Ketenagakerjaan Jatim. Pertemuan itu menghasilkan sembilan butir kesepakatan bersama, yakni:
1. Pemerintah Provinsi Jawa Timur, BPJS Kesehatan dan RSU dr Soetomo Surabaya menjamin tidak ada lagi penolakan pasien miskin dan tidak mampu
2. Kinerja BPJS dan BPJKD akan dioptimalisasi untuk mengakselerasi perbaikan
3. Pusat Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan terutama Rumah Sakit akan membangun sistem pelayanan kesehatan yang berbasis pelayanan prima terhadap pasien miskin dan tidak mampu, termasuk menyediakan informasi
4. Rakyat miskin dan tidak mampu menjadi skala prioritas
5. Rakyat miskin dan tidak mampu akan dimasukkan dalam skema penerima bantuan iuran(PBI) daerah.
6. Pasien-pasien yang sebelumnya ditolak akan diterima dan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
7. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan agar memperluas cakupan kantornya maupun providernya, sehingga lebih menjangkau secara kuantitas dan kualitas
8. RSU dr Soetomo menjadi pilot project pelayanan yang ramah terhadap rakyat miskin dan buruh serta BPJS Kesehatan Centre yang terpadu
9. Ditargetkan dalam tempo 3 bulan kepesertaan menyeluruh kalangan pekerja/buruh dan masyarakat Jatim sudah tercapai.
Pemprov Verifikasi 2,1 Juta Penerima Jamkesda 2014
Pemprov Jatim saat ini melakukan verifikasi penerima jamkesda (jaminan kesehatan daerah) tahun 2014 yang diajukan oleh 38 pemkab/pemkot. Penerima jamkesda yang tak lolos verifikasi, otomatis anggaran pelayanan kesehatannya harus ditanggung daerahnya masing-masing.
"Saat ini kami sedang melakukan verifikasi terhadap penerima jamkesda yang diajukan pemkab/pemkot yang jumlahnya mencapai 2,1 juta orang. Jumlah ini sangat banyak jika dibandingkan dengan penerima jamkesda tahun 2013 ini hanya 700 ribu orang," kata Asisten III Bidang Kesra Sekdaprov Jatim Edy Purwinarto, Selasa (5/11/2013).
Dia menambahkan, membludaknya pengajuan penerima jamkesda karena beberapa faktor. Di antaranya meski sudah terdaftar di jamkesda namun tetap dimasukan lagi, haya gara-gara penulisan nama penerima Jamkesda tidak sama. "Jadi kami melihat sepertinya ada yang tidak beres dalam pendataan jamkesda oleh pemkab/pemkot. Semisal penerimanya bernama Edi dan sudah masuk, ternyata nama tersebut dimasukan lagi dengan penulisan Edy," ujarnya.
Dengan melihat jumlah tersebut, pihaknya sangat berhati-hati dalam melakukan verifikasi. Sebab, ini terkait dengan penganggaran pelayanan kesehatan bagi orang miskin yang belum tercover oleh jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat).
"Kan anggaran jamkesda 2014 sendiri sudah ditetapkan oleh pemprov. Makanya harus disesuaikan antara jumlah anggaran dengan penerima jamkesda. Soal berapa anggaran jamkesda pada tahun 2014, untuk kepastiannya ada di dinas kesehatan," imbuh Edy dan menargetkan verfikasi akan tuntas Desember nanti.
Jika nantinya setelah dilakukan verfikasi, ternyata banyak warga miskin yang tidak masuk dalam penerima jamkesda dari pemprov, maka pemkab/pemkot yang bertanggung jawab. "Anggaran jamkesda pemprov sendiri terbatas, maka yang tak lolos verifikasi, pemkab/pemkot setempat yang harus mengcover anggaran jamkesda untuk mereka," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Edy menjelaskan bahwa pada tahun 2014 nanti, penerima jamkesmas akan melebur pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk Jatim sendiri penerima jamkesmas (anggaran pusat) pada tahun 2013 ini mencapai 14,1 juta orang. Sedangkan untuk jamkesda yang anggarannya dari pemprov, berdasarkan data 2013 ini hanya mencapai 700 ribu orang.
Untuk diketahui, Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menegaskan, bagi penerima jamkesmas pada tahun 2013 ini, maka pada tahun 2014 tetap akan mendapatkan jatah pelayanan kesehatan gratis dari pemerintah pusat. Hanya saja, penerima jamkesmas ini akan melebur menjadi BPJS lewat program sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
Khusus warga miskin yang tidak masuk dalam jamkesmas, maka tidak bisa masuk dalam BPJS. Mereka ini harus ditanggung oleh pemerintah daerah, baik pemprov maupun pemkab/pemkot dalam penganggarannya. [beritajatim]