"Sak niki, sarehne ditangkleti njenengan, kulo jawab, dereng enten wangsit. Dereng wonten nopo-nopo. Dene perkawis siaga utawi awas, kulo mpun ngertos niku. Dereng wonten wirasate, kulo namung maringi kabar teng njenengan mawon. (sekarang, karena ditanya, saya menjawab. Belum ada firasat. Belum ada apa-apa. Masalah ada kenaikan status waspada, maupu awas, saya sudah tahu. Belum ada firasat, saya hanya memberi kabar kepada kamu)," ujar Mbah Ronggo di rumahnya, Selasa (04/2/2014)
Mbah Ronggo mengakui, sejak dua hari terakhir menutup diri. Bahkan, ia juga menutup pintu rumahnya. Ia sengaja tidak ingin bersinggungan dengan masyaraat atau wartawan dengan alasannya belum mendapatkan kabar secara gaib tentang gejolak alam di Gunung Kelud.
" Alhamdulilah, niki wau pas cocok, kulo teng griyo. Kolo wingi-winginane kulo tutup mawon. Kulo ngertos rencang-rencang wartawan sami nglempak teng griyanto Prapto. Mpun kulo omongi, rekan rekan wartawan omongono ae langsung Mbah Ronggo iki dino urung iso ditakoni, mergane urung enek feeling. Umpanae wonten firasat, lingkungan mpun kulo kabari. Niki wau lare-lare njih tasik munduti peralatane wonten Kelud. (Alhamdulillah, ini tadi pas cocok, saya di rumah. Kemarin saya tutup. Saya tahu teman-teman wartawan kumpul di rumahnya Prapto. Saya bilang kepada Prapto, Mbah Ronggo belum bisa ditanya. Sebab, belum mendapat firasat. Kalau sudah ada firasat, para tetangga sudah saya kasih tahu. Anak-anak masih mengambil peralatannya di kios-kios yang ada di areal parkir Kelud)," imbuh Mbah Ronggo
Kondisi yang terjadi di Gunung Kelud saat ini, kata Mbah Ronggo, adalah perubahan alamiah yang biasa. Meskipun banyak yang mengaitkan dengan meletusnya Gunung Sinabung di Sumatera Utara, menurutnya, tidak terkait.
" Niki tasik biasa, dereng wonten nopo-nopo. Pamane alamine, alami sumuk,
Utawi istilahipun atutut handayani, siro kuduneng katut karo leliyan. Gunung Sinabung wonten kejadian kadong ngaten niko, kudune bumine ngisor nyetrum. Tetapi niki namung perubahan alam mawon. (Ini masih biasa, belum ada apa-apa. Seumpama alam, alamnya sedang tidak enak. Atau istilahnya ikut dengan kejadian Gunung Sinabung, dimana buminya berhubungan. Tetapi ini hanya perubahan alam saja)," tegas Mbah Ronggo
Pada tahun 2007 lalu, ketiga Gunung Kelud erupsi, Mbah Ronggo sempat meramalkan tidak akan terjadi letusan. Bahkan, ia menolak diajak mengungsi. Mbah Ronggo bersikukuh dengan keyakinannya, hingga akhirnya ia dievakuasi paksa oleh petugas ke tenda pengungsian.
"Pisan wong tuwek, pindo mboten wonten jabatan. kulo namung masyarakat. pariwisata mbetahne kulo, menawi wonten kecepite. menawi wonten lare kesurupan, menari lare tibo. e menawi bar e matur suwun nopo mboten. nembe mawon, lare ndeyeng, jam 17.00 WIB kulo dipundut di gedung kelud, kulo sadarne sadar, kulo saking ngesakne larene, kulo terne dugi griyane mriko, kulo serahne tyang sepahe. " niki putrane jenengan dolan, sampun saras, niki lak putrane njenengan, enten maleh lare Kademangan, pacr-pacaran magrib tibo. larena kulo openi nggih waras. kulo niki jane tyang penak.
" Tahun 2007 niko, mpun kulo arahne lak dereng. Masyarakat mpun diusungi teng pengungsian. sampek ping tigo, kan wasul. kulo dipendet Kapolres. Kulo mogok sedino mboten purun ngusi. Akhire kulo dipekso, supados masyarakat sami purun ngusi. (Tahun 2007 lalu, saya sudah memberitahu kalau Gunung Kelud belum saatnya meletus. Masyarakat sudah dibawa ke pengungsian. Sampai tiga kali, akhirnya kembali. Saya diambil Kapolres. Tetapi saya mogok, sehari. Akhirnya saya dipaksa, agar masyarakat mau mengungsi)," cerita Mbah Ronggo
Hingga hari ini, Mbah Ronggo mengaku, masih melakukan aktivitas sehari-harinya. Ia yakin bahwa belum ada tanda-tanda Gunung Kelud akan meletus. Ia berharap masyarakat tidak panik dan tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa. [beritajatim]