Kepada awak media, Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto menjelaskan awal mula peristiwa ini terjadi. Pada 29 Agustus 2014, pukul 15.15 WIB waktu Kuching Malaysia, Polisi Narkotika PDRM diketahui telah mengamankan dua WNI di Kuching. Tindakan tersebut dilakukan sebagai hasil pengembangan terhadap pelaku yang telah ditangkap oleh Polis Narkotik PDRM di KLIA, yang mengaku bahwa akan mengirimkan barang ke Kuching.
“Sehingga berdasarkan informasi tersebut dilakukan pelacakan ke Kuching, dari hasil penelusuran tersebut maka Polis Narkotik PDRM menemukan 2 orang atas nama Idha Endri Prastiono (sebelumnya ditulis Prasetyono) dan MP Harahap yang ternyata adalah anggota Polda Kalimantan Barat,” ujar Arief, Minggu (31/8/2014).
Idha sempat menjabat sebagai Anjak Muda Biro Rena Polda Kalbar . Sedangkan Harahap merupakan anggota Polsek Entikong Polres Sanggau. Penangkapan ini kemudian dilaporkan oleh Liaison officer (LO) Polri di Kuching Kompol Taufik Nurisya SIK pada pukul 19.30 WIB kepada Kapolda Kalimantan Barat. Laporan ini kemudian diteruskan kepada Kapolri.
Selain melaporkan penangkapan, Kapolda Kalbar juga memohon izin menugaskan Wakapolda Kalbar dan Direktur Reserse Narkoba melakukan pengecekan dan berkoordinasi dengan Kepolisian di Kuching. Dari hasil penyelidikan terhadap keberangkatan kedua polisi tersebut, diketahui dari data perlintasan Imigrasi Bandara Supadio, Idha berangkat dengan menggunakan Maskapai MASWINGS Pontianak – Kuching pada tanggal 29 Agustus 2014.
Idha check in pada saat penumpang sudah boarding (late check in), dengan alasan terburu-buru. Sementara Bripka M.P Harahap berangkat ke Kuching atas permintaan AKBP Idha melalui telepon untuk menjemput di Bandara Kuching dan tanpa seijin atasan (baik Kapolsek maupun Kapolres). Belum jelas jumlah barang bukti yang diamankan pihak Malaysia. Namun beredar kabar jumlahnya mencapai 6 kilogram. Tak ada keterangan soal barang bukti tersebut di email dari Brigjen Arief.
Ternyata Istri AKBP Idha Pernah Kehilangan Perhiasan Rp 19 Miliar
Ternyata, AKBP Idha Endri Prastiono pernah disorot karena istrinya mengaku kehilangan perhiasan senilai Rp 19 miliar yang dicuri kawanan pencuri atau maling bagasi, Supandi cs. Peristiwa ini terjadi pada 3 Januari 2014 lalu. Istri AKBP Idha bernama Titi Yustinawati melaporkan kehilangan beberapa perhiasan ke Polres Bandara Soekarno-Hatta. Nilai kerugiannya mencapai Rp 19 miliar.
Saat itu Titi menaksir berlian yang hilang di dalam bagasi dalam penerbangan Lion JT715 dari Pontianak tujuan Jakarta senilai Rp 19 miliar. Setelah barang bukti ditemukan, nilai barang bukti itu menyusut hingga seharga Rp 300 juta bahkan hingga Rp 181 juta. Polisi menyimpulkan bahwa Titi telah melebih-lebihkan nilai perhiasan yang hilang. Tak lama setelah peristiwa itu, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat membekuk jaringan pembongkar tas penumpang di Bandara Supadio, Pontianak.
Akibat kasus ini, Idha terkena imbasnya. Ia ikut diperiksa sejawatnya di bagian Profesi dan Pengamanan Polda Kalimantan Barat. Kepala Subdirektorat Narkoba Polda Kalimantan Barat ini diperiksa untuk mengetahui motivasi istrinya melebihkan nilai perhiasan.
Saat kasus ini muncul, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman membela anak buahnya. Ia menuturkan perhiasan itu bukan milik Idha atau istrinya, tapi milik keluarga Titi. Menurut dia, tak mungkin seorang perwira polisi dan keluarganya bisa memiliki perhiasan bernilai ratusan juta rupiah. Sutarman juga memuji kinerja Idha di kepolisian.
AKBP Idha Ternyata Sering Bermasalah
Dari sumber yang layak dipercaya di Polda Kalimantan Barat menuturkan Idha sering bermasalah. Namanya bahkan pernah disebut berkaitan dengan penyusutan barang bukti narkotik di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Namun saat itu tidak ada bukti yang cukup mengenai dugaan ini.
Yang lebih anyar, media mengaitkan keterlibatan Idha dengan hilangnya Brigadir Kepala TN, tersangka kasus narkotik yang kini masih buron. TN lolos dari tangkapan polisi ketika hendak menunjukkan lokasi penyimpanan barang bukti. TN merupakan anak buah langsung Idha. Dengan adanya kasus ini, Idha diduga sengaja melepas TN agar kedoknya sebagai salah satu mafia jaringan narkotik tidak terbongkar. “Ini masih analisis, namun setiap kemungkinan pasti akan diselidiki,” ujar sumber tersebut.
Semua kejadian tentang “kenakalan” Idha ini berada di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Arie Sulistyo sebagai Kepala Polda Kalimantan Barat. Arie pula yang mengirimkan telegram rahasia ke seluruh jajaran polda di Indonesia berkaitan dengan buronnya Bripka TN.
Dari penelusuran Tempo, Kalimantan Barat merupakan salah satu jalur sutra di Indonesia. Terdapat lima jalan masuk resmi dan lebih dari 500 jalan tikus di perbatasan. Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komisaris Besar Sumirat mengatakan polisi termasuk salah satu profesi yang rentan tergoda dengan uang hasil narkotik. “Yang pasti, semua profesi diincar oleh bandar untuk melanggengkan peredaran narkoba di Indonesia,” tutur Sumirat. (berbagaisumber)