Diantaranya disebutkan bahwa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan, dan mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan,” bunyi Pasal 26 Ayat (3c,d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 itu.
Adapun pendapatan Desa bersumber dari Pendapatan asli Desa, Alokasi APBN, Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota. Juga alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota.
Selain itu Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota dan Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga serta Lain-lain pendapatan desa yang sah.
Lebih lanjut dijelaskan, pembentukan desa sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat, yakni batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan, dan jumlah penduduk. Untuk wilayah Jawa paling sedikit 6.000 jiwa atau 1.200 kepala keluarga (KK). Sedangkan untuk Bali paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 KK, Sumatera paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 KK, Sulsel dan Sulut paling sedikit 3.000 jiwa atau 600 KK.
Sementara NTB paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 KK, Sulteng, Sulbar, Sultra, Gorontali dan Kalsel paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kk. Sedangkan untuk Kaltim, Kalbar, Kalteng dan Kaltara paling sedikir 1.500 jiwa ata 300 KK, NTT, Maluku dan Maluku Utara 1.000 jiwa atau 200 KK, dan Papua/Papua Barat paling sedikit 500 jiwa atau 100 KK.
Desa Harus Siap UU Desa
Undang Undang (UU) Desa telah disahkan DPR tanggal 18 desember 2013 lalu. Oleh karena itu semua desa di seluruh Indonesia harus siap menyambut undang-undang tersebut.
Salah satu hal yang paling memperoleh perhatian, adalah alokasi dana hampir Rp 1 miliar untuk setiap desa. Meski dana tersebut sangat berguna untuk pembangunan desa, dana tersebut juga rawan terjadinya korupsi.
"Ada hal positif dan negatif setelah disahkannya UU Desa. Salah satu yang perlu diawasi, jangan sampai terjadi praktek korupsi," kata anggota DPR RI, Budiman Sudjatmiko saat sosialisasi UU Desa di Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Sabtu (8/2/2014).
Menurut dia, hal itu menjadi tantangan bagi masyarakat desa agar terus melakukan pengawasan sendiri dalam penggunaan dana. Pemerintah desa bersama masyarakat bisa memanfaatkan dana tersebut untuk pembangunan desa.
Dalam UU Desa lanjut Budiman, pemerintahan desa tidak hanya memiliki wilayah dan penduduk saja. Namun juga anggaran. Sebab selama ini, problem yang dialami desa adalah memiliki wilayah dan penduduk tetapi tidak memiliki dana.
"Undang-undang ini merupakan wujud tanggung jawab negara terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa," katanya.
Wakil ketua Pansus RUU Desa itu kemudian mencontohkan dulu masyarakat meminta bantuan pembangunan jalan, justru diberi bantuan pembangunan masjid. Sebaliknya meminta masjid yang diberikan pembangunan sekolah.
"Minta sekolah yang diberi irigasi. Dulu uangnya dipegang pemerintah. Sekarang ini, uang atau anggaran dipegang langsung desa," katanya.
Menurut dia, masyarakat dengan undang-undang ini bisa memutuskan sendiri penggunaan dana yang diberikan pemerintah. Masyarakat diberdayakan namun juga harus ikut mengawasi penggunaan dana tersebut.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga akan mengawasi penggunaan anggaran tersebut. Desa harus mengumumkan penggunaan dananya secara terbuka dan transparan.
"Karena itu semua pihak yang berkepentingan di desa harus ikut mengawasi bersama penggunaan dana ini. Karena pengawasan ini akan menghapus keraguan kita akan kemampuan desa dalam mengelola anggaran," tegas Budiman.
Seusai berbicara dalam sosialisasi UU Desa tersebut, Budiman kemudian menghadiri acara Forum Desa Nusantara di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Magelang. Forum Desa Nusantara merupakan syukuran atas disahkannya UU Desa tersebut. (berbagai sumber)