Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Indonesia dan Singapura belakangan bersitegang terkait penamaan KRI Harun Usman.

Singapura protes karena penamaan KRI Usman Harun diambil dari nama dua anggota KKO yang mengebom MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 1965.
Senin, 17 Februari 2014

'RI bangsa besar, jangan sampai dipermalukan Singapura & PNG'
Menanggapi hal itu, mantan KSAD Pramono Edhie Wibowo menegaskan Indonesia wajib menjaga kedaulatan dan kehormatannya di mata dunia dan tetangga. Menurutnya, Indonesia tak perlu menakut-nakuti Singapura untuk menjaga wibawanya.

"Kita wajib menjaga kedaulatan, kewibawaan dan kehormatan bangsa dan negara di mata dunia, khususnya negara tetangga. Untuk dapat melindungi keutuhan wilayah dan keamanan warga negaranya, Indonesia harus tetap berdaulat, berwibawa dan dihormati, tanpa harus menakut-nakuti negara tetangga," kata Edhie dalam keterangannya, Selasa (11/2).

Sementara soal pembakaran kapal nelayan Indonesia oleh tentara laut Papua Nugini (PNG), anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu menyayangkan hal itu. Dia berharap, jangan sampai Indonesia dianggap terlalu kompromi dan permisif atas konflik yang terjadi dengan negara tetangga. "Indonesia adalah bangsa dan negara yang besar, jangan sampai kita dipermalukan bangsa lain karena kurang tegas menyelesaikan konflik," kata peserta Konvensi Capres Demokrat itu.

Komisi I curiga Singapura, PNG & Australia sekongkol tekan RI

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq melihat banyak kejanggalan yang terjadi terkait perseteruan Indonesia dengan negara tetangga. Dimulai dari protes Singapura tentang penamaan kapal perang milik TNI AL Usman Harun, pembakaran kapal nelayan oleh tentara Papua Nugini (PNG) dan persoalan dengan Australia yang tak kunjung usai. Menurut dia, saat ini Indonesia sedang mendapat tekanan politik dari luar negeri.

Mahfudz yakin, gesekan dilakukan oleh negara tetangga tersebut disengaja. Dia menuding, Australia, PNG dan Singapura bekerja sama untuk menekan Indonesia. "Kalau kita lihatkan Australia, Singapura, PNG sangat mungkin berkolaborasi untuk melakukan tekanan politik kepada Indonesia. Untuk kepentingan apa, kita tidak tahu," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Senin, (10/2).

Wasekjen PKS ini mengatakan, dari 3 negara yang berkonflik dengan Indonesia, dia menduga, ada maksud dan kepentingan tertentu. "Saya lihat kok ada kejadian secara terpisah, waktunya tetap bersamaan dengan Singapura dan kasus militer PNG. Ini ada apa?," tanyanya.

"Rangkaian kejadian ini bisa jadi untuk diarahkan target kepentingan tertentu. Tapi saya melihat Australia ini kan sangat progresif dalam mengimplementasikan kebijakan Abbot (PM Australia). Dan kelihatannya mungkin mereka tidak akan cepat-cepat mundur dengan langkah-langkahnya. Dan mereka akan melakukan berbagai cara untuk menekan Indonesia," imbuhnya.

Selain itu, terkait dengan persoalan protes Singapura dengan penaman KRI Usman Harun, menurutnya, hal ini tidak akan ada persoalan. Sebab, Singapura tidak punya hak untuk mengatur dan mengubah nama KRI tersebut.

"Mereka tidak punya hak untuk itu. Kalau dipersoalkan, kita bertanya kepada Singapura, ada apa? TNI mengatakan kepada kami, tidak akan mengubah nama Usman Harun dan tidak ada yang bisa mengubah itu. Kita komisi I mendukung penuh sikap tegasnya," pungkasnya.

Marinir tak menyerah cari nelayan yang kapalnya dibakar PNG

Tim SAR dari TNI Angkatan Laut masih terus melakukan pencarian terhadap lima nelayan yang hilang di perairan Torasi, Merauke, Papua. Walaupun dalam pencarian tim akan dihadang ombak tinggi dan badai kencang.

Komandan Yonmarhanlan Xl Merauke Mayor Marinir Azrin, dalam keterangan tertulisnya mengatakan telah menurunkan satu Sea Rider, serta didukung oleh unsur angkatan laut lainnya. Adapun dukungan berupa KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355 dan dua perahu karet yang sudah dikerahkan beberapa hari sebelumnya. Tim ini terdiri dari delapan orang personel Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan Xl (Yonmarhanlan Xl) Merauke dan tiga orang warga setempat.

"Para prajurit Marinir dipersenjatai secara lengkap," katanya, Selasa (11/2). Ia mengaku masih berada di laut untuk memimpin langsung jalannya pencarian kapal nelayan Merauke yang dikabarkan telah dibakar oleh tentara Papua Nugini (PNG), pada Kamis (6/2). Berdasarkan pengakuan dari salah seorang saksi mata, Antonius Basik, sembilan nelayan Merauke melihat tiga kapal cepat seperti kandas di laut, namun para nelayan bermaksud mendekat dan menolong ketiga kapal cepat itu.

"Ketika sudah mendekat, terlihat beberapa tentara menggunakan pakaian lengkap dengan senjatanya, menghampiri perahu mereka dan menyuruh seluruh penumpang di dalam perahu turun di atas Reef (daratan pasir di tengah laut)," kata Azrin menirukan pernyataan Antonius.

Kemudian tentara PNG merampas sejumlah uang, satu dus rokok, dan dua jerigen bensin. Setelah itu tentara PNG membakar perahu nelayan asal Merauke. Para nelayan berusaha memadamkan api tapi tidak berhasil, sementara tentara PNG pun pergi meninggalkan mereka begitu saja. Merasa nyawanya terancam, kata dia, para nelayan Merauke memutuskan untuk menyelamatkan diri dengan berenang sampai ke Pos Pengamanan Perbatasan RI-PNG di wilayah Torasi. Lima nelayan berhasil selamat sampai di pos tersebut, sementara lima nelayan lainnya hingga saat ini belum bisa diketahui nasibnya.

"Torasi letaknya paling ujung tenggara, tepatnya paling pojok bawah Pulau Irian. Tidak ada penghuni, hanya Marinir yang bertugas sebagai penjaga perbatasan saja di sana," katanya. (merdeka)
KRI Usman Harun. ©naval-technology.com
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :