"Pencairannya Rp 54,5 miliar (tiap partai). Ini uang nggak langsung diberikan ke parpol, bukan buat parpol, tapi untuk saksi. Pencairannya setelah menyelesaikan tugas di TPS by name by TPS," kata ketua komisi II Agun Gunandjar Sudarsa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2014).
Menurut Agun, kesepakatan itu diambil secara bersama pemerintah, DPR dan KPU Bawaslu. Tujuannya adalah agar proses di TPS berlangsung jujur dan adil karena semua parpol menghadirkan saksi.
"Bawaslu sudah sepakat. Memang pada awalnya Bawaslu sempat keberatan. Setelah kami jelaskan, akhirnya Bawaslu memahami karena ngga mungkin uang penyelenggaraan pemilu ditaruh di DPR atau pemerintah, yang benar di penyelenggaraan," paparnya.
Menurutnya, dalam pembahasan awalnya memang sempat timbul perdebatan soal sumber anggarannya, namun disepakati dari mata anggaran 99 atau anggaran cadangan.
"Mendagri menyampaikan, dan dilaporkan pada presiden dan presiden menyetujuinya. Dengan catatan presiden menanya dari mana anggarannya, ada mata anggaran 99, cadangan dan lain-lain.
"Dasar hukumnya biasanya dengan perpres. Atas dasar itu mendagri rapat dengan komisi II supaya kuat. Ini saya katakan bukan gagasan pemerintah, tp semuanya," ucap politikus Golkar itu.
Anggaran yang disediakan pemerintah adalah total Rp 1,5 triliun dengan alokasi Rp 800 miliar untuk Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) Bawaslu, dan Rp 700 miliar saksi dari parpol.
Angka Rp 700 miliar didapat dari satu orang saksi parpol dibayar Rp 100 ribu, dikalikan jumlah TPS 545.778 dikalikan 12 parpol. Maka total anggaran yang harus dicairkan pemerintah sebesar Rp 654.933.600.000. (Rp 654 miliar). Atau digenapkan menjadi Rp 700 miliar.
Namun dalam realisasinya Rp 654 miliar dibagi ke 12 parpol dengan 545.778 TPS tentu dapat Rp 54,5 miliar yang pencairannya langsung ke saksi di TPS oleh Bawaslu.
Komisi II: Dana Saksi Rp 700 M Dibiayai Negara Usul dari Pemerintah
Dana saksi bagi 12 partai politik di TPS sebesar Rp 700 miliar yang dibiayai oleh negara memicu pro kontra. Wakil ketua komisi II Abdul Hakam Naja menjelaskan soal dana yang jadi usulan pemerintah itu.
"Usulan pertama dari pemerintah. Kami (komisi II) diundang rapat konsultasi di Kemendagri. Jadi ini keputusan bersama pemerintah, KPU, Bawaslu dan DPR," kata Abdul Hakam Naja di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2014)
Menurut Hakam, rapat itu digelar sekitar 2 minggu lalu dihadiri juga oleh pimpinan komisi II DPR dan kapoksi. DPR sendiri belum pernah membahas dana saksi ini secara khusus sebelumnya.
"Pemerintah usul pendanaan saksi bagi Bawaslu dan tiap parpol karena prinsip keadilan dan ada jaminan Pemilu yang jujur dan adil," tuturnya.
"Sekarang partai yang berduit bisa kirim sekian saksi ke TPS, tapi partai yang kurang tidak bisa kirimkan saksi," imbuh Hakam, menjelaskan alasan pemerintah.
Usul itu kemudian disambut oleh DPR termasuk Bawaslu. Bahwa anggaran yang disiapkan total Rp 1,5 triliun dengan alokasi Rp 800 miliar untuk Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) Bawaslu, dan Rp 700 miliar saksi dari parpol.
Angka Rp 700 miliar didapat dari satu orang saksi parpol dibayar Rp 100 ribu, dikalikan jumlah TPS 545.778 dikalikan 12 parpol. Maka total anggaran yang harus dicairkan pemerintah sebesar Rp 654.933.600.000. (Rp 654 miliar). Atau digenapkan menjadi Rp 700 miliar. (dtk)