"Menjatuhkan pidana kepada Akil Mochtar berupa pidana penjara seumur hidup dan ditambah pidana denda sebesar Rp 10 miliar," kata Jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/6/2014).
Dalam membacakan tuntutannya Jaksa KPK, Pulung mempertimbangkan hal yang memberatkan. Adapun hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan pada saat negara tengah giat-giatnya melaksanakan upaya pemberantasan korupsi.
Selanjutnya, terdakwa merupan ketua lembaga tinggi negara yang merupakan ujung tombak dan benterng terakhir masyarakat dalam mencari keadilan. Perbuatan terdakwa mengakibatkan runtuhnya lembaga MK sebagai benteng teakhir penegakan hukum.
Sehingga, lanjut Pulung diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga MK. Terdakwa tidak kooperatif dan jujur dalam persidangan. Terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan tidak menyesali perbuatannya.
"Bedasarkan uraian kami diatas kami penuntut umum menilai Akil Mochtar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah," ujar Pulung.
Akil didakwa menerima suap terkait pengurusan perkara sengketa pilkada di Lebak, Banten. Kedua, untuk kasus suap terkait pengurusan perkara sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ketiga, untuk kasus dugaan gratifikasi terkait pengurusan sembilan pilkada lainnya di MK.
Sebanyak 15 pilkada tersebut yakni Pilkada Gunung Mas, Pilkada Lebak, Pilkada Kabupaten Buton, Pilkada Empat Lawang, Pilkada Kota Palembang, Pilkada Lampung Selatan, Pilkada Pulau Murotai, Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Pilkada Propinsi Jawa Timur, Pilada Kabupaten Merauke, Pilkada Kabupaten Asmat, Pilkada Kabupaten Boven Digoel, Pilkada Kota Jayapura, Pilkada kabupaten Nduga, dan Pilkada Provinsi Banten.
Dakwaan menyebut Akil menerima suap sebesar Rp57,780 miliar dan 500 ribu dolar AS. Hadiah atau janji tersebut terkait pengurusan sejumlah sengketa Pilkada semasa Akil menjabat sebagai Ketua MK.
Dakwaan pertama, Akil didakwa bersama-sama dengan Chairun Nisa, Susi Tur Andayani, dan Muhtar Ependy telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang menerima hadiah atau janji.
Akil: Saya Tidak Menyesal
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengaku tidak menyesal. Padahal Akil disebut terbukti secara sah dan menyakinkan telah menerima suap dalam pengurusan sengketa Pilkada.
Akil berpendapat dirinya tidak menerima suap seperti yang dituduhkan Jaksa KPK. Sebab, kata Akil tuntutan Jaksa KPK belum tentu semuanya benar. Akil mengaku bakal menyesal bila hakim yang menyatakan dirinya bersalah.
"Saya enggak perlu menyesal apa yang enggak saya lakukan!. Saya menyesal apa yang saya lakukan," kata Akil usai mendengarkan pembacaan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/6/2014) dengan nada tinggi.
Meski begitu, ditanya kesalahan apa yang sudah diperbuatnya, Akil menolak memberikan keterangan. Dia mengaku semuanya bakal dipaparkan dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) pekan depan.
"Iya nanti kami lihat lah itu di pembelaan," ujar Akil saat ditanya kesalahan apa yang diperbuatnya.
Mengenai hukuman seumur hidup, Akil mengaku tidak menerimanya. Sebab sebagai manusia normal tidak ada yang mau dihukum seumur hidup. "Saya tanya sama kamu, kamu mau gak?," begitu Akil balik bertanya ke awak media.
Sebelumnya, Akil Mochtar dituntut dengan pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa KPK dan denda sebesar Rp 10 miliar. Jaksa menilai, Akil secara sah dan meyakinkan secara hukum menerima suap senilai Rp 57 miliar terkait pengurusan sebanyak 15 sengketa Pilkada di MK.[inilah]