”Dana yang dilaporkan ke KPU hanya Rp 300 miliar-Rp 500 miliar. Ini karena penghitungan dimulai sejak tahapan resmi KPU dimulai,” kata Ketua Balitbang Partai Golkar Indra J Piliang di sela-sela diskusi ”Mahalnya Ongkos Nyapres”, di Jakarta, Sabtu (25/1).
Dana triliunan rupiah itu digunakan untuk membiayai perjalanan sosialisasi, relawan, logistik partai, pertemuan dengan ormas, survei, dan iklan. ”Proporsi untuk iklan cukup banyak karena bisa menjangkau seluruh Indonesia. Hanya turun ke lapangan saja tidak akan efektif,” ujar Indra.
Pengamat politik dari Charta Politika, Arya Fernandes, menambahkan, ”(Presiden AS) Obama saja menghabiskan 54 persen dana kampanyenya untuk iklan. Kalau ada yang bilang, mau jadi capres itu murah, berarti dia sedang bermimpi.”
Munculnya konsultan politik dan berbagai survei, lanjut Arya, makin menambah biaya capres. Sekali survei, lembaga konsultan politik mematok Rp 250 juta-Rp 300 juta. Setahun, capres bisa melakukan tiga kali survei.
Psikolog politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam pendanaan capres. Biaya Rp 3 triliun akan ringan jika ditanggung bersama melalui sumbangan masyarakat. Namun, dia menyadari, hal itu masih sulit terjadi di Indonesia.
Korupsi
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menegaskan, partainya tak akan mengajukan capres jika gagal masuk tiga besar dalam perolehan suara pada pemilu legislatif.
”Tidak mengajukan capres bukan berarti tak punya kader berkualitas presiden. Kami tak mau jadi partai yang asal mengajukan capres, tetapi tak mengukur kemampuan partai,” kata Surya dalam Rakornas Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, kemarin.
Sementara itu, pemberantasan korupsi jadi bahan perdebatan peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat dalam debat di Palembang, 24-25 Januari 2014.
Dalam debat kemarin tampil empat peserta konvensi, yakni Ketua DPR Marzuki Alie, mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan mantan Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal. Mereka memaparkan langkah memberantas korupsi, seperti dengan reformasi birokrasi dan memperberat hukuman untuk koruptor.
Survei: Pencapresan Jokowi Pengaruhi Elektabilitas Semua Parpol
Maju atau tidaknya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon Presiden 2014 mempengaruhi elektabilitas partai politik peserta pemilu 2014. Hal itu diketahui berdasarkan hasil survei terakhir Pol-Tracking Institute.
Menurut hasil survei, Jokowi menjadi magnet untuk menarik dukungan PDI Perjuangan. Jika Jokowi "nyapres", versi Pol-Tracking Institute, elektabilitas PDIP mencapai 30,78 persen. Dibawah PDIP, yakni Partai Golkar (12,34 persen), Partai Gerindra (6,51 persen) dan Partai Demokrat (4,67 persen).
"Sedangkan partai lain dalam survei tersebut kurang berpeluang menembus PT (parliamentary threshold/ambang batas)," kata Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda saat diskusi Menakar Peta Politik 2014: Pengaruh Figur Terhadap Konfigurasi Politik 2014 di Jakarta, Minggu (26/1/2014).
Hanta menjelaskan, setidaknya ada empat partai yang terancam tak lolos ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen jika Jokowi maju di Pilpres 2014. Empat partai itu adalah PPP (3,42 persen), PKB (3,25 persen), Hanura (3,09 persen) dan Nasdem (3,09 persen).
Sebaliknya, jika Jokowi tak nyapres, versi Pol-Tracking Institute, maka setidaknya ada tujuh parpol yang berpeluang lolos ke Parlemen. Namun, hal itu menurunkan elektabilitas PDI P menjadi 22,4 persen. Adapun elektabilitas enam parpol lainnya akan naik, yaitu Golkar (15,9 persen), Gerindra (8,6 persen), dan Demokrat (7,9 persen), PKB (4,9 persen), PPP (4,5 persen), dan Hanura (4,2 persen).
Parpol lain, versi survei Pol-Tracking Institute, tetap tak lolos ambang batas, yakni PKS (3 persen), PAN (2,6 persen), Nasdem (2,5 persen), PBB (0,25 persen), dan PKPI (0 persen).
Survei tersebut disebut dilaksanakan pada 16-23 Desember 2013 terhadap 1.200 responden di 33 provinsi. Survei dilakukan dengan metode multi stage random sampling dengan margin of error ± 2,83 persen.
Seperti diberitakan, PDIP baru akan mengumumkan siapa capres-cawapres yang akan diusung setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif yang digelar April 2014. Jokowi sendiri tak mau berkomentar mengenai pencapresan dan elektabilitasnya yang selalu teratas berdasarkan hasil survei berbagai lembaga survei. (kcm)