Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Budi Mulya secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim, Afiantara.
Perbuatan Budi Mulya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Pertimbangan yang memberatkan adalah perbuatan Budi Mulya kontraproduktif dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Akibat perbuatan Budi Mulya, citra Bank Indonesia sebagai bank sentral rusak.
"Terdakwa seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi pegawai Bank Indonesia," kata Hakim Afiantara.
Bukan cuma itu, Budi Mulya juga tidak mengakui perbuatannya. Terakhir, akibat perbuatan Budi Mulya, negara dirugikan sangat besar hingga lebih dari Rp8 triliun.
Tak hanya yang memberatkan, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan. Budi Mulya selama menjalani persidangan dianggap berlaku sopan. Budi masih mempunyai tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tim JPU yang dikomandoi KMS Roni ketika membacakan tuntutan, Senin 16 Juni lalu, meminta agar majelis hakim menghukum Budi Mulya selama 17 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsidair delapan bulan kurungan.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga setuju dengan tuntutan 17 tahun terhadap Budi Mulya. Kata Bambang, ada fakta perbuatan melawan hukum yang dilakukan Budi Mulya.
"Sanksi yang seyogyanya diterima BM, sudah dirumuskan dalam tuntutan dan semoga hakim sependapat dengan tuntutan KPK," kata Bambang, Selasa 15 Juli 2014.
Bambang meyakini perbuatan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu telah memenuhi rumusan delik, serta telah ditemukan kesalahan. Baik terkait pemberian FPJP maupun dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Mengadili Kebijakan"
Budi Mulya kecewa. Tak terima dengan putusan majelis hakim. "Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim," kata Budi. Kekecewaan juga dirasakan langsung anak dan istrinya yang hadir di persidangan.
Usai sidang Budi Mulya memberi pernyataan kepada wartawan. Dengan nada keras dan berapi-api, Budi Mulya menyebut yang telah diadili oleh majelis hakim adalah kebijakan.
"Masih berkeras kepala seolah-olah yang dilakukan kami Bank Indonesia dan KSSK itu salah, kebijakan yang salah," kata Budi.
Budi mempertanyakan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan sejumlah hal dalam menjatuhkan putusan. Selaku Deputi Gubernur BI bidang moneter, Budi mengaku telah mengeluarkan 10 Peraturan BI. Peraturan itu terkait mengenai bagaimana BI memberikan fasilitas likuiditas.
"Jadi sesuatu yang sudah jadi kompetensi dan tanggung jawab lembaga kami melihat situasi, itu tidak dipertimbangkan. Yang kami lakukan juga bukan yang asal, tapi berdasarkan mandat UU Pasal 11. UU itu datangnya dari mana? Dari Perpu. Silakan kita lihat Perpu-nya," Budi Mulya menjelaskan.
Dia mengatakan bahwa pada saat itu terjadi krisis. Bahhkan dia merujuk pada Presiden yang menulis buku pada November 2008 itu terjadi krisis. Sehingga, keadaan itu harus diantisipasi. Jika tidak akan terjadi krisis yang lebih lanjut.
Kata dia, Bank Indonesia dan Pemerintah bekerja berdasarkan kompetensi, pengalaman dan mandat. Apa yang dilakukannya adalah untuk mencegah terjadi dampak krisis berkelanjutan seperti pada tahun 1997-1998.
Berdasarkan hal tersebut, Budi Mulya dengan tegas menyatakan banding atas putusan majelis hakim. "Saya jelas, banding," tegasnya.
Menyoal pandangan bahwa kasus ini adalah tengah mengadili kebijakan, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya telah menyatakan pandangannya.
Bambang menyesalkan adanya sejumlah kalangan yang menilai pengadilan mengadili suatu kebijakan. Menurut Bambang, pihak-pihak tersebut tidak secara utuh dan cermat mengikuti proses persidangan.
"Pendapat itu tidak hanya misleading dan menyesatkan atas fakta persidangan. Pendapat itu nampaknya sesuai serta sama dan sebanding dengan Tim Lawyer, sehingga dapatt dikualifikasi sebagai contempt of court atau setidaknya obstruction of justice," kata dia.
Diapresiasi
Tim Pengawas Century Dewan Perwakilan Rakyat mengapresiasi kerja keras KPK dan putusan majelis hakim Tipikor yang menjatuhkan vonis kepada Budi Mulya.
Bambang Soesatyo, anggota Timwas Century DPR, menuturkan mega skandal ini harus dituntaskan oleh KPK. Jangan hanya menyeret Budi Mulya ke penjara. Kata Bambang, pihak-pihak lain yang bertanggung jawab dalam kasus ini juga harus segera diseret.
Sebab, lanjut Bambang, majelis hakim telah menyatakan perbuatan Budi Mulya tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan Boediono, yang saat itu selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Gultom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi VI Gubernur BI, Budi Rochadi selaku Deputi VII Gubernur BI, dan dua pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular dan Harmanus H Muslim.
"Dengan begitu, keputusan majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun kepada terdakwa Budi Mulya harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan status Boediono dkk menjadi tersangka sesuai bunyi keputusan majelis hakim," kata Bambang, Rabu 16 Juli 2014.
Oleh sebab, menurut Bambang, keputusan hakim ini mudah untuk ditarik kesimpulan bahwa masih ada beberapa nama yang juga harus menjalani proses hukum.
"Harap diingat, Budi Mulya itu deputi gubernur Bank Indonesia. Bukan penanggung jawab utama. Penanggung jawab utama adalah Gubernur BI (Boediono)," kata Bambang.
Sebelumnya, Boediono sudah menyampaikan bahwa pengucuran dana talangan atau bailout sebesar Rp6,7 triliun ke Bank Century dilatarbelakangi kondisi ekonomi dan keuangan nasional yang terancam mengalami krisis.
Boediono, yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia, mengklaim tindakannya itu sebagai tindakan mulia untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis ekonomi.
"Saya telah melakukan tanggung jawab saya waktu itu sebagai Gubernur BI. Saya laksanakan itu dengan segala ketulusan hati untuk menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa," kata Boediono.
"Itu tindakan mulia untuk menangani krisis negara kita. Apabila dalam upaya mulia ini ada pihak-pihak yang menyalahgunakannya, ini sangat menyakiti kami," katanya lagi. [viva]