Saat diputar perdana di Sundance Film Festival, beberapa hari lalu, The Raid 2: Berandal sukses membetot perhatian jurnalis dan pengamat film yang hadir. Film yang diproduseri Ario Sagantoro, Nate Bolotin, dan Aram Tertzakian itu, ramai diulas di berbagai media internasional.
Telegraph, Guardian, The Hollywood Reporter, Huffington Post, Rolling Stone, hingga MTV adalah sederet media luar yang mengulas film ini. Ada pujian, ada pula kritikan. Namun, semuanya kompak menyebut film ini unggul dari sisi laga.
“Tadi malam sangat spesial. Reaksi berlebihan untuk sebuah film yang saya tahu akan sangat diperdebatkan,” ujar sang sutradara, Gareth Evans, usai pemutaran perdana The Raid 2: Berandal di Sundance Film Festival, lewat akun Twitter.
Sebelum diputar secara utuh di Sundance Film Festival, The Raid 2: Berandal sudah lebih dahulu menyita perhatian publik lewat trailer yang diunggah di media sosial YouTube. Para pecinta film laga yang sudah kesengsem dengan The Raid --film pertama--, begitu terpikat saat disuguhi trailer tersebut.
Meski disutradarai pria asal Wales, The Raid 2: Berandal sesungguhnya kental dengan unsur Indonesia. Selain mengangkat seni bela diri pencak silat, film ini juga dibintangi artis Tanah Air, yakni Iko Uwais, Yayan Ruhian, Arifin Putra, Oka Antara, Tio Pakusadewo, dan Alex Abbad.
Killers adalah film kedua yang juga diputar di Sundance Film Festival tahun ini. Meski tak terlalu banyak disorot seperti The Raid 2: Berandal, film yang digarap oleh The Mo Brothers -- nama panggung Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel— ini mendapat kesempatan diputar empat kali, yakni di Egyptian Theatre, Redstone Cinema 1, Yarrow Hotel Theatre, dan Broadway Centre Cinema 6.
Salah seorang produser Killers yang juga mantan VJ MTV, Daniel Mananta, mengaku bahwa isi cerita film yang melibatkan dua negara, Indonesia dan Jepang tersebut, memang sudah mencuri perhatian meski masih berupa sinopsis.
“Pernah ke Korea, Puchon Film Festival. Di sana banyak yang suka sama isi cerita film ini," ujar Daniel.
Tak melulu thriller dan action
Aksi laga yang ditampilkan dalam sejumlah film Indonesia memang mampu memikat pecinta film di luar Indonesia. Namun, tak hanya film dengan genre thriller dan action saja yang sukses mendulang perhatian sineas dunia. Tengok saja film Cita-citaku Setinggi Tanah atau versi Bahasa Inggrisnya bertajuk Stepping on the Flying Grass.
Film drama garapan Eugene Panji ini wara-wiri di beberapa festival film dunia. Ia juga meraih nominasi Film Terbaik dan Sutradara Terbaik di Shanghai Film Festival hingga ikut berkompetisi dalam program Generation-Kplus di Festival Film Internasional Berlin 2013. Film ini juga diputar di Toronto International Film Festival.
Film sarat edukasi tersebut memang jauh dari hingar-bingar. Tak terlalu banyak media mengulas film ini. Meski demikian, film tersebut mendapat apresiasi cukup tinggi. Bahkan sang sutradara Eugene Panji sempat menuturkan soal wacana film Cita-citaku Setinggi Tanah dijadikan tontonan wajib anak-anak SD di Denmark.
Melihat sederet film indonesia masuk dalam festival film dunia ini tentunya sangat membanggakan. Ini berarti, film Indonesia sudah mulai diperhitungkan di dunia. Namun, rasa puas diri tampaknya harus disingkirkan jauh-jauh. Sebab, ini baru langkah awal dari perjalanan panjang menuju kebangkitan film nasional di kancah internasional. (viva)