Jika kenaikan harga Elpiji 12 kg itu hanya 10 persen atau 15 persen saja, kata Jhon mungkin masyarakat masih bisa menerima, tapi, jika sudah di atas 20 persen tentu saja sudah tidak wajar. Ia mensinyalir tambahan biaya tersebut untuk keperluan dana internal Pertamina. Sebab, kalau untuk tambahan transportasi atau cost lainnya, mungkin kenaikannya tidak akan sebesar itu.
"Yang terkena dampak paling besar pasti industri kecil dan menengah (IKM) seperti pemilik warteg, atau penjual di pinggir jalan. Mungkin kalau rumah tangga masih bisa ditelan, itu pun bakal ada migrasi besar-besaran ke tabung 3 kg, " kata dia seperti dilansir Tribunnews dari Kontan, Kamis (2/1).
Sementara itu, Bambang Dwiyanto Manajer Senior Komunikasi Korporat bilang, memang ada rencana kenaikan TTL di tahun ini, namun masih menunggu keputusan dari pemerintah dan kementerian ESDM. "DPR sih sudah setuju, tinggal tunggu omongan saja dari KESDM, " kata dia.
Ini Alasan Pertamina Naikkan Harga Elpiji 12 Kg
PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga gas Elpiji 12 kilogram.
Keputusan itu diambil menyusul tingginya harga pokok Liquefied Petroleum Gas (LPG) di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar.
Ali Mundakir, Vice President Corporate Communications Pertamina, menuturkan kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji 12 kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan.
Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kg.
“Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin pasokan Elpiji kepada masyarakat," tutur Ali Mundakir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/1/2014).
Untuk itu, terhitung 1 Januari 2014 pukul 00.00 Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji 12 kg secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg.
"Besaran kenaikan di tingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan ini pun, Pertamina masih "jual rugi" kepada konsumen Elpiji 12 kg sebesar Rp 2.100 per kg,” jelasnya.
Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam laporan hasil pemeriksaan pada Februari 2013, di mana Pertamina menanggung kerugian atas bisnis Elpiji non subsidi selama tahun 2011 hingga Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun, yang hal itu dapat dianggap menyebabkan kerugian negara.
Selain itu, sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas pasal 25, maka Pertamina telah melaporkan kebijakan perubahan harga ini kepada Menteri ESDM. (tribunnews)