Bahkan gemuruh itu terdengar hingga Kecamatan Tempel, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Srumbung berbatasan dengan Tempel.
"Pagi tadi ketika suasana hening terdengar hingga jarak jauh," kata Heru, Jumat, 2 Mei 2014.
Menurut dia, kabut menutupi Gunung Merapi sejak pagi hingga siang hari. Hasil pengamatan petugas di pos pengamatan Srumbung menunjukkan terjadi aktivitas kegempaan pada hari ini. Gempa low frekuensi terjadi dua kali, multi phase atau MP sebanyak sekali, guguran tujuh kali, dan gempa tektonik satu kali.
Sedangkan, tekanan asap sulfatara lemah hingga sedang. Asap sulfatara Merapi yang tebal itu setinggi 600 meter berwarna putih. Ia menyatakan kondisi Merapi hari ini sama dengan hari kemarin.
Masyarakat Srumbung saat ini masih beraktivitas normal, seperti bertani. "Tidak ada perubahan yang signifikan," kata dia. Kondisi yang sama juga terjadi dari hasil pengamatan petugas pos pemantau Gunung Merapi di Babadan, Magelang. Pos pemantau Babadan berada di Desa Babadan, Kecamatan Dukun, Magelang. Ini merupakan pos terdekat dengan
Gunung Merapi di Magelang.
Di Boyolali, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Boyolali mendata ada beberapa dukuh yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) II Gunung Merapi. Kepala BPBD Boyolali Suyitno mengatakan hasil pendataan menyebutkan ada 18 dukuh yang masuk KRB II.
"Belasan dukuh itu tersebar di 8 desa," katanya, Jumat, 2 Mei 2014. Dia mengatakan di Boyolali tidak ada permukiman warga yang berada di wilayah KRB I.
Dukuh-dukuh yang masuk KRB II berada di Kecamatan Selo, Cepogo, dan Musuk. Di Kecamatan Selo ada 3 dukuh di Desa Klakah, 6 dukuh di Desa Tlogolele, 3 dukuh di Desa Lencoh, dua dukuh di Desa Samiran, dan masing-masing satu dukuh di Desa Suroteleng dan Desa Jrakah. Lalu dua dukuh lagi ada di Cepogo dan Musuk.
Dia mengaku sudah bersiap menghadapi letusan Gunung Merapi. Misalnya dengan mendata warga yang harus dievakuasi dan menyiapkan kendaraan untuk evakuasi.
Setelah Siaga, Gunung Slamet Langsung Mereda
Setelah statusnya dinaikkan dari waspada menjadi siaga, aktivitas Gunung Slamet justru menurun. Tak banyak lontaran lava pijar yang terlihat dari gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, dan Brebes itu, seperti sehari sebelumnya.
Dari pantauan sejak Rabu, 30 April 2014, pukul 22.00 hingga Kamis, 1 Mei 2014, pukul 06.30, hanya terjadi empat kali lontaran lava pijar. Dentuman keras dan gemuruh yang terdengar sehari sebelumnya tak terdengar lagi. Hanya saja, asap hitam pekat masih terus keluar sejak malam hingga pagi.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Surono mengatakan semalam teramati 12 kali letusan asap warna kelabu tebal dengan ketinggian 400-1.100 meter. Juga, terjadi 41 kali gempa letusan.
“Status masih siaga. Radius berbahaya 4 kilometer dari puncak,” katanya.
Soal peningkatan status Gunung Slamet, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banyumas segera melakukan sosialisasi ke masyarakat, terutama yang paling dekat dengan puncak gunung.
“Kami juga sedang melakukan pendataan ulang logistik dan pendataan ulang jumlah penduduk di zona rawan,” katanya.
Di Kabupaten Banyumas terdapat 35 desa dari tujuh kecamatan yang diprediksi terdampak erupsi Gunung Slamet. Dari jumlah tersebut, ujar dia, terdapat tujuh desa di tiga kecamatan yang paling rawan terkena erupsi, yakni Desa Melung (Kecamatan Kedungbanteng); Ketenger, Karangmangu, Kemutug Lor, dan Karangsalam (Baturraden); serta Limpakuwus dan Gandatapa (Sumbang).
Permukiman warga Banyumas masih berada di zona aman, karena desa terdekat berjarak sekitar 8 kilometer dari puncak. Sedangkan di Purbalingga ada sepuluh desa yang jaraknya cukup dekat dengan puncak Gunung Slamet. Dua desa di antaranya hanya berjarak 9 kilometer dari puncak, yakni Desa Kutabawa dan Serang di Kecamatan Karangreja. (tempo)