“Nggak apa-apa. Proses hukum kan harus kita hormati,” kata Gamawan di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 25 April 2014.
Untuk memperlancar proses penyelidikan, Gamawan siap hadir jika dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. “KPK kan profesional. Silakan saja,” ujar dia.
Gamawan juga menepis tudingan KPK bahwa teknologi yang digunakan tidak sesuai dengan proposal yang ada. Menurut dia, teknologi yang digunakan dalam proyek e-KTP hanyalah finger print, dan itu sesuai dengan proposal. Sementara teknologi iris itu hanya bonus, sehingga wajar jika tidak semua alat e-KTP tidak dilengkapi dengan iris tecnology.
“Setahu saya teknologi iris tambahan saja, tidak termasuk yang dibayar. Tapi karena teknologi itu mau dicobakan, dia berikan bonus itu. Ini satu paket. Seingat saya tidak termasuk yang di kontrak. Tapi kita lihat saja nanti. Saya hormati KPK,” kata Gamawan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan sejumlah keganjilan dalam proyek pengadaan e-KTP sehingga diduga telah terjadi tindak pidana korupsi. “Satu contoh, teknologi yang dipakai sesuai proposal adalah iris technology atau pemindai mata. Tetapi yang banyak dilakukan selama ini menggunakan pemindai jari,” kata Bambang.
Proses penyidikan yang menyeret Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen masih terus berlangsung. Dalam kasus ini, KPK juga menggeledah sejumlah tempat, antara lain kantor Kementerian Dalam Negeri termasuk ruang kerja Mendagri, kantor Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil termasuk ruang kerja Dirjen, direktur dan pejabat pengadaan, kantor PT Quadra Solution, rumah seseorang bernama Irman, rumah Sugiharto, dan rumah seorang staf Dirjen.
Di Kemendagri, tersangka Sugiharto menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. KPK menduga Sugiharto memperkaya diri, orang lain, atau koorporasi sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp1,12 triliun.
Sementara total pagu anggaran proyek pengadaan paket penerapan e-KTP itu mencapai Rp6 triliun. (viva)