Sutopo menjelaskan, krisis kegempaan Dieng pada pukul 19.00-19.25 WIB, terekam 86 kali kejadian gempa dengan amplitudo maksimum 10-100 mm, Lg 10-70 detik. Gempa bumi ini terasa hampir di seluruh wilayah pegunungan Dieng dengan skala MMI III-V. Getaran gempa terasa hingga di Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang.
Sampai laporan ini disampaikan, kata Sutopo, masih terekam adanya kejadian gempa bumi. Pada pukul 19.27-20.03 WIB, terekam 74 kali gempa dengan amplitudo maksimum 10-100 mm dengan lama gempa 5-30 detik.
Terkait meningkatnya aktivitas Gunung Dieng, BNPB telah melakukan beberapa langkah. Berdasarkan koordinasi dengan BPBD Jawa Tengah dan BPBD Banjarnegera, dilaporkan bahwa mulai ada pergerakan/evakuasi warga Desa Sumber Rejo karena Kawah Timbang mengeluarkan dentuman. Sekitar 1.000 warga dari desa itu dievakuasi.
Selain itu, tempat pengungsian sudah disiapkan di Balai Desa Batur, aula SMA Batur, dan aula SMP Batur. Logistik, peralatan, dan posko juga sudah siap. Bantuan dana siap pakai BNPB yang diserahkan kepada BPBD Jateng, Rp 2,5 miliar, dapat digunakan untuk operasional penanganan darurat.
Lanjut Sutopo, BPBD Magelang juga diminta merapat ke lokasi untuk memberikan bantuan. Tim Reaksi Cepat BNPB masih berada di lokasi untuk memberikan pendampingan kepada BPBD. "Masyarakat diimbau tetap tenang dan waspada," imbau Sutopo.
Petugas PVMBG Dampingi Petani Dieng
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono meminta anggota stafnya di lapangan mendampingi petani Dieng yang beraktivitas di zona bahaya, radius 1.000 meter dari Kawah Timbang. Walau aktivitas Kawah Timbang mulai turun, statusnya tetap Siaga dan sewaktu-waktu bisa menyemburkan gas beracun.
Berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Minggu (14/4) pukul 06.00-12.00, terpantau dua kali gempa berfrekuensi rendah di sekitar Kawah Timbang. Kepala Pos Pengamatan Gunung Dieng Tunut Pujiharjo menyatakan, dari Kawah Timbang masih keluar asap putih tipis-tebal dengan tekanan lemah, setinggi 50-100 meter dari permukaan tanah.
Bau belerang tidak tercium pada jarak 1.000 meter arah barat dan 1.500 meter arah selatan dari Kawah Timbang. Pengukuran gas beracun pada 5-10 meter dari Kawah Timbang tidak terdeteksi adanya gas beracun.
Pemantauan di Kawah Sileri pada pukul 08.05 menunjukkan, asap putih tipis bertekanan lemah hingga 5-15 meter. Warna air kawah kelabu tua dan volume air sedikit dengan tinggi bualan 0,2 meter. Suhu air kawah dilaporkan 51,9 derajat celsius, derajat keasaman air 5,42, dan suhu udara 23,6 derajat celsius.
Surono mengatakan, sekalipun konsentrasi karbon dioksida (CO2) di udara mulai turun, status Kawah Timbang masih membahayakan dan akan terus dipantau intensif. ”Gempa vulkanik masih cukup tinggi. Asap dari Kawah Timbang sekarang tegak sehingga gas beracun tidak mengalir ke lembah,” katanya.
Namun, kata Surono, konsentrasi CO2 dalam tanah di kedalaman 0,2-0,5 meter di sekitar Timbang masih tinggi. Berdasarkan tragedi 1979, letusan di Kawah Sinila menyebabkan banyak orang tewas di sekitar Kawah Timbang. Hal itu kemungkinan karena gas keluar dari rekahan di sekitar Kawah Timbang.
Di sisi lain, menurut Surono, PVMBG tidak bisa menutup mata dengan kenyataan banyaknya buruh petani yang nekat menerobos zona bahaya karena mereka bergantung pada pendapatan harian. ”Saya terapkan win- win solution, warga boleh beraktivitas dalam radius 1.000 meter dari Kawah Timbang,” katanya.
Beberapa syaratnya, tidak ada gempa vulkanik dalam 6 jam terakhir yang dapat memicu keluarnya gas beracun. Matahari bersinar terik di sekitar Kawah Timbang. Pada saat beraktivitas dalam radius 1 kilometer, tiba-tiba ada gempa vulkanik, petani harus segera menyingkir.
”Aktivitas harus didampingi tim ahli dengan tabung oksigen dan alat pengukur gas. Bila tim menyatakan, harus segera meninggalkan radius bahaya, masyarakat harus mengikuti,” katanya. Keputusan ini diambil Surono setelah Kamis dan Jumat datang ke Dieng untuk memantau situasi. (kcm)