"Dulu Jabar pernah dibongkar, mudah-mudahan di tempat lain demikian," jelas Anton.
Anton mengimbau agar setiap masyarakat jangan segan-segan melapor jika merasa menjadi korban NII. Polri siap dengan aktif membantu masyarakat.
"Saya kira bagi para orang tua masyarakat yang memang merasa putranya putrinya yang ada keterlibatan misalnya diduga dan sebagai silakan lapor polisi. Kita akan terima laporan itu," imbuh mantan Kapolda Jatim ini.
Apakah polisi sudah mengetahui apakah ini NII masih ada dan mengancam? "Tentu tunggu laporan dulu. Kemudian apakah cuci otak dan sebagainya itu bagian Intel kriminal sudah melakukan penyelidikan," tegasnya.
Apakah NII ini masuk kategori teroris? "Belum ya, bukan teroris ini ya," tandasnya.
Awas Gerakan Pencucian Otak NII, Pencucian Otak Dilarang dalam Islam
Orang-orang yang menjadi target pencucian otak secara psikologi dipastikan memiliki masalah kepribadian. Masalah kepribadian ini dikarenakan tidak mampu menangani masalah yang ada di dalam dirinya sendiri, keluarga, lingkungan atau memang sedang mencari jati diri.
"Karena dalam kasus ini, yang harus diteliti juga soal ini lebih jauh, karena bias saja persoalan ini terhalusinasi," kata pengamat politik sosial dari Univiersitas Airlangga (Unair) Kacung Marijan.
Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center Sukanto mengungkapkan korban NII umumnya adalah orang-orang yang tertutup dan kurang perhatian. Dengan masuk NII mereka seperti mendapatkan banyak teman dan mendapatkan perhatian.
"Pada awalnya masuk NII mengasyikkan karena mendapat komunitas baru, ada pengganti teman. Kita tiba-tiba menjadi hebat dari yang bukan siapa-siapa, di NII lantas diangkat sebagai rasul. Di NII itu semua anggota adalah rasul. Tapi keasyikan itu tidak akan lama kita akan sadar telah diperas," kata Sukanto yang pernah menjabat sebagai camat NII wilayah Tebet Jakarta Selatan ini.
Sementara itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Hasyim Muzadi mengatakan praktek pencucian otak sangat dilarang dalam ajaran Islam. Karenanya ia meminta agar aparat kepolisian dan keamanan untuk segera memberantas serta serius menyelidiki secara tuntas kasus ini.
"Sebab hal semacam ini mengingatkan saya akan kejadian sebelum tahun 19665. Ini bisa saja dilakukan oleh kelompok ekstrimis Islam, bisa juga dilakukan kaum atheis tak bertuhan yang menyusup kemana-mana dan mengaduk-adukan dengan agama," kata Hasyim.
Hasyim pun mencontohkan kasus kerusuhan Temanggung yang terpancing hujatan seorang pendeta, yang ternyata juga sering menghujat Kristen dan Katolik. Kasus Batu, Malang seorang pendeta menginjak Alquran, ternyata baru masuk agama Kristen dua hari. Kasus penusukan pendeta di Cikeuting, Bekasi dan Cikeusik Pandeglang, semua tidak pernah terungkap dengan benar. Hasyim menambahkan, sejak dari dahulu soal NII ini sudah ada dengan modusnya yang selalu berganti-ganti.
"Tapi kalau untuk urusan bentrokan fisik ya dilakukan dua kelompok ini, ekstrimis Islam dan kaum atheis tak bertuhan itu yang selalu mengobok-obok. Modus pencucian otak memang selama ini belum terjadi, termasuk di kalangan ekstrimis. Tapi ini model seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok atheis untuk mengesankan ini dilakukan kelompk ekstrimis Islam,” kata Hasyim.
Dalam kasus ini, Hasyim kembali menyatakan agar aparat intelijen Indonesia bekerja secara optimal agar masyarakat tidak terus diadudomba. Selain itu, peran para ulama untuk memberikan pemahaman agama yang benar, termasuk memberikan informasi soal keberadaan ekstrimis dan kaum atheis itu kepada masyarakat.
"Saya kira ini kasus multidimensi. Kontradiktif ya, tidak hanya di dalam agama saja, tapi juga soal ekonomi, perdagangan, politik dan hokum dan soal social lainnya. Nah siapa yang selalu bermain bisnis bencana seperti ini? Ini yang harus diungkapkan," ujarnya.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Agama Suryadarma Ali meminta agar masyarakat tidak cepat terpengaruh oleh ajaran baru yang berpotensi menyesatkan dan bertujuan jahat.
"Imbauan saya kepada masyrakat agar berhati-hati menerima pandangan-pandangan baru, menerima ajaran baru. Jangan cepat terpengaruh karena pandangan-pandangan baru itu perlu dipikirkan secara tenang, matang, disaring dengan demikian agar bisa kita tentukan apakah itu cocok. Kita masyrakat harus waspada," ujar pria yang akrab disapa SDA itu.
Kepolisian sampai saat ini belum menemukan indikasi keterkaitan NII dalam kasus Lian. Polisi pun belum bisa menduga siapa pelaku pencucian otak karena kondisi kejiwaan Lian yang belum pulih dan bisa dimintai keterangannya.
"Kita tidak bisa menuding siapa pelakunya tanpa fakta," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Baharudin Djafar.
Meski demikian Mabes Polri mengimbau semua Polda agar aktif menyelidiki kasus NII. "Kita harapkan semua polda aktif untuk melakukan penyidikan penyelidikan (kasus NII)," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam.
Menurut Anton, kasus pencucian otak yang dilakukan NII memang pernah hidup di Indonesia. Saat itu, Polri telah berhasil menumpasnya dan mengembalikan para korban. "Dulu Jabar pernah dibongkar, mudah-mudahan di tempat lain demikian," jelas Anton. (ape/ndr)(detikNews)