Jumlah tersebut melebihi perhitungan Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang pada Februari 2011 lalu memprediksi Indonesia akan mengimpor 1,75 juta ton beras. Impor ini membuat Indonesia menjadi negara pengimpor beras kedua terbesar di dunia setelah Nigeria yang notabene negara tersebut bukan negara agraris seperti Indonesia.
Jumlah impor tersebut juga melebihi kuota impor yang sebelumnya ditetapkan oleh pemerintah. Pada awal tahun 2011, pemerintah masih berpegang teguh untuk tidak mengimpor beras lebih dari 1,5 juta ton. Target ini merupakan revisi di akhir tahun 2010 yang ketika itu pemerintah berjanji untuk tidak akan mengimpor lebih dari 1 juta ton. Namun realisasi hingga Desember 2010, deal impor sudah mencapai 1,23 juta ton.
Menanggapi hal ini, Suswono menegaskan deal ini tidak melebihi kuota impor karena pemerintah telah merevisi lagi target maksimal impor hingga 2 juta ton. "Ini merupakan komitmen pemerintah sepanjang 2010 sampai Maret ini," tandasnya.
Suswono juga kembali berjanji tidak akan ada lagi beras impor yang masuk setelah Kamis (31/3). Ia juga menyatakan beras impor ini hanya akan digunakan untuk cadangan beras pemerintah di gudang Bulog, bukan untuk digelontorkan ke pasar. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi anjloknya harga beras karena April-Mei merupakan puncak panen raya.
"Impor itu kan hanya untuk stok, tidak lari ke pasar," kata Suswono.
Stok beras dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar, imbuhnya, pemerintan masih memercayakan hal tersebut kepada Bulog melalui penyerapan, terutama selama musim panen raya ini.
Namun kenyataannya hingga Kami (31/3) sore, serapan Bulog baru sebanyak 345.902 ton setara beras atau berada di bawah target pengadaan Maret yang dipatok 416 ribu ton setara beras.
Pengamat Ekonomi Pertanian Khudori menyayangkan langkah pemerintah yang melakukan impor beras saat terjadi panen raya. Ia sendiri memperkirakan impor belum akan berhenti di angka 1,9 juta ton mengingat realisasi penyerapan Bulog yang berada di bawah target.
"Jumlah ini akan sangat mungkin bertambah lagi karena alasan impor untuk mengamankan cadangan beras," kata Khudori ketika dihubungi Media Indonesia, Kamis (31/3).
Sebelumnya, pemerintah menegaskan akan mempertimbangkan untuk melakukan impor beras lagi sekitar Juni-Agustus atau setelah panen raya usai. Hal yang akan menjadi pertimbangan di antaranya ialah penyerapan beras oleh Bulog dan harga beras di pasar konsumen.
Meski banyak dipengaruhi oleh serapan Bulog terhadap beras lokal, Khudori juga mengingatkan kunci permasalahan impor beras adalah kebijakan pemerintah, bukan Bulog.
Pasalnya, pemerintah yang dalam hal ini dipimpin oleh Kementerian Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa bisa mengambil keputusan untuk menanggung rugi Bulog dalam menjalankan fungsinya sebagai stabilisator stok dan harga beras, tanpa harus impor beras.
"Bulog kan harus menyerap beras/gabah yang harganya tinggi di tingkat petani, sementara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak naik. Kalau Bulog merugi ketika melakukan tugas ini (menyerap beras lokal untuk memperkuat stok), maka seharusnya kerugian itu menjadi tanggungan negara, bukan Bulog. Karena, ini menyangkut hajat hidup orang banyak," pungkas Khudori. (HA/OL-3)(MICOM)