BI merasa perlu memanggil para petinggi bank milik pengusaha Chairul Tanjung ini, terutama direktur kepatuhan, untuk meminta penjelasan penerapan sistem dan prosedur yang digunakan perusahaan sampai bisa terjadi pembobolan bernilai lumayan besar tersebut. Menurut Difi, BI cenderung melihat kasus ini berpangkal pada ulah individu pegawai, ketimbang pada manajemen bank.
"Kami tidak bisa begitu saja menjatuhkan sanksi pada manajemen, karena ini masalah pada orangnya. Tapi, kami akan lihat apakah mereka melakukan pengawasan secara ketat," katanya.
Di pihak lain, Elnusa sebagai perusahaan terbuka yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga melaporkan aksi pembobolan dananya tersebut ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Hal itu sebagai bentuk keterbukaan informasi perusahaan publik kepada pemegang sahamnya.
Sementara itu, Bank Mega sendiri buru-buru mengklarifikasi. Direktur Kepatuhan dan Risk Management Bank Mega, Suwartini, menjelaskan simpanan dalam bentuk deposito on call sudah dilakukan sesuai prosedur operasional yang berlaku. "Deposito on call sudah ditandatangani Direktur Keuangan dan Direktur Utama Elnusa," kata dia.
Meski membantah dibobol, Bank Mega melalui Direktur Utama JB Kendarto toh mengaku telah memberhentikan sementara Kepala Cabang Bank Mega Jababeka. Walaupun belum diketahui apakah yang bersangkutan terlibat dalam kejahatan perbankan itu, polisi sudah menetapkan status tersangka kepada Kepala Cabang Bank Mega Jababeka, Cikarang, berinisial IHB.
Direktur Keuangan ditangkap
Munculnya kasus pembobolan deposito Elnusa berawal dari penangkapan Direktur Keuangan Elnusa berinisial SN oleh petugas Fiskal, Moneter, dan Devisa (Fismondev) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Penangkapan dilakukan karena SN diduga kuat membobol rekening anak perusahaan PT Pertamina (Persero) itu senilai Rp111 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi, Yan Fitri Halimansyah, menjelaskan modus SN adalah dengan mencairkan deposito milik Elnusa senilai Rp111 miliar yang tersimpan di Bank Mega. Setelah itu, dana dipindahbukukan ke rekening lain di Bank Mega dengan alasan untuk investasi. Pada saat itu, tersangka diduga menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. "Jadi, Direktur Keuangan Elnusa memalsukan tanda tangan Direktur Utama Elnusa berinisal E untuk aplikasi pencairan deposito," jelas Yan.
Manajemen Elnusa dalam siaran pers yang diterima VIVAnews.com membenarkan adanya pembobolan dana deposito milik perusahaan. Elnusa menempatkan dana di Bank Mega Cabang Jababeka, Cikarang, sejak 7 September 2009 hingga mencapai Rp161 miliar. Dana itu terbagi dalam lima bilyet deposito berjangka waktu antara 1-3 bulan. Seluruh dana telah ditransfer Elnusa dan diterima Bank Mega. Saat ini saldo deposito tersebut sebesar Rp111 miliar, deposito senilai Rp50 miliar pernah dicairkan Elnusa pada 5 Maret 2010, dan dananya telah diterima dengan baik di rekening sesuai perintah Elnusa. Permasalahan ini baru diketahui ketika Elnusa akan mencairkan deposito tersebut pada 19 April 2011. Saat itu, Elnusa mengaku tidak bisa mencairkan simpanan tersebut karena uang miliaran rupiah itu sudah tidak ada lagi karena telah dicairkan.
"Apabila hal tersebut benar terjadi, maka pencairan tidak sesuai dengan perjanjian penempatan. Hal itu juga dilakukan tanpa sepengetahuan Elnusa," kata Division Head of Corporate Secretary, Elnusa, Heru Samodra. Namun, Suwartini, menyebutkan, Bank Mega tidak pernah menerima penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka, sehingga tidak ada pembayaran bunga deposito berjangka bulanan.
Direktur Teknologi dan Layanan Operasi Bank Mega, J Georgino Godong, menyatakan, dari dokumen transaksi berupa aplikasi penempatan deposito, dan transfer atau pemindahbukuan, semua sesuai prosedur.
Deretan panjang
Kasus pembobolan dana nasabah di Tanah Air seolah menambah panjang deretan cerita skandal kejahatan perbankan yang sarat dengan berbagai ketentuan dan persyaratan ini.
Catatan Bareskrim Polri menunjukan sudah banyak kasus pembobolan bank yang terungkap dalam beberapa bulan terakhir. Benang merah dari kasus-kasus itu adalah adanya keterlibatan dari orang dalam di bank tempat munculnya kasus tersebut.
Hampir sama dengan Bank Mega, pembobolan dana deposito juga pernah terjadi di PT Bank Mandiri Tbk. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011 itu menimbulkan kerugian Rp18 miliar. Polisi menetapkan lima tersangka, salah satunya pegawai costumer service.
Kasus serupa juga terjadi pada nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pundi Artha Sejahtera oleh pengurus bank tanpa sepengetahuan pemiliknya. Pembobolan deposito baru diketahui ketika simpanan yang sudah jatuh tempo ternyata tidak bisa dibayarkan. Kasus ini melibatkan direktur utama BPR Pundi Artha, dua komisaris, komisaris utama, dan marketing.
Sementara itu, kasus lain seputar pembobolan dana yang tercatat Bareskrim Polri adalah pembobolan di kantor kas PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Tamini Square sebesar Rp29 miliar, PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) Rp3,6 miliar, PT Bank Danamon Tbk senilai Rp1,9 miliar dan US$110 ribu, serta PT Panin Bank Tbk dengan kerugian Rp2,5 miliar.
Terakhir dan paling menghebohkan adalah pembobolan yang dilakukan mantan relationship manager Citigold Citibank, Malinda Dee. Malinda menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah dengan total nilai kerugian sebesar Rp17 miliar.
Berikut urutan penempatan dana Elnusa di Bank Mega:
7 September 2009
Elnusa menempatkan deposito Rp50 miliar dengan tanggal pencairan 16 September 2009 yang masuk ke rekening Elnusa di Bank Mega KCP Bekasi Jababeka. Dari sini dana dipecah menjadi empat, masing-masing ke rekening giro PT HAM di bank X sebesar Rp35 miliar, PT DI Rp5 miliar, deposito Rp5 miliar di KCP Bekasi, dan sisa dana Rp5 miliar mengendap di rekening giro 1 PT DI di KCP Bekasi Jababeka.
29 September 2009
PT Elnusa kembali menempatkan dana Rp50 miliar dengan tanggal pencairan 6 Oktober 2009 ke rekening PT Elnusa di KCP Jababeka. Dari sini, dana mengalir ke rekening PT DI di Bekasi Jababeka dan selanjutnya dipecah ke rekening giro PT HAM (Rp35 miliar), rekening giro 1 PT DI (Rp5 miliar), deposito PT DI di KCP Bekasi Jababeka (Rp5 miliar), dan sisa dana Rp5 miliar ke rekening giro 2 PT DI di KCP Bekasi Jababeka.
19 November 2009
Penempatan deposito PT Elnusa sebesar Rp40 miliar dengan tanggal pencairan 19 November 2009. Dari deposito yang cair sebesar Rp40.028.493.150 (Rp40,028 miliar) ke rekening giro Elnusa di KCP Bekasi Jababeka, dan dialirkan Rp40 miliar ke Rekening giro PT HAM di Bank X Jakarta.
8 Maret 2010
Transaksi pengiriman uang melalui bilyet giro atas nama PT DI di KCP Bekasi Jababeka ditujukan untuk rekening giro PT Elnusa di bank X sebesar Rp50.214.794.521 (Rp50,2 miliar) dengan keterangan transaksi tertulis sebagai "pengembalian hasil investasi".
14 April 2010
PT Elnusa kembali menempatkan Rp11 miliar dengan tanggal pencairan pada 15 April 2010 dana sebesar Rp11.001.326.027 (Rp11,001 miliar). Dari transaksi ini, kemudian di transfer ke rekening giro 2 PT DI di KCP Bekasi Jababeka sebesar Rp11 miliar dan dilanjutkan RTGS ke rekening giro PT DI di bank Y sebesar Rp10 miliar. Sisa dana Rp1 miliar di rekening giro 2 PT DI di KCP Bekasi Jababeka.
19 Juli 2010
PT Elnusa menempatkan dana Rp10 miliar dengan tanggal pencairan 19 Juli 2010, kemudian dipindahbukukan ke rekening giro PT Di di KCP Jababeka Rp10 miliar dan selanjutnya RTGS PT DI ke bank Y sebesar Rp10 miliar. (kd) (VIVAnews)