Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
majalahbuser.com - Isu netralitas TNI-Polri menjelang Pemilu Presiden 2014 kembali terusik. Muncul desas-desus jenderal TNI-Polri aktif terlibat politik praktis dengan mendukung salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Kabar burung itu pun sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY bahkan telah mengonfirmasi kebenaran desas-desus itu.

Pada acara Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Pilpres 2014 di Sentul, Jawa Barat, SBY lagi-lagi mengingatkan agar para petinggi TNI-Polri tetap menjaga netralitasnya.

"Bagi jenderal, laksamana dan marsekal yang ingin aktif di politik, di tim sukses, saya persilakan mengundurkan diri," kata SBY saat berpidato di hadapan para kepala daerah dan perwira tinggi TNI/Polri.
Sabtu, 7 Juni 2014

Pilpres 2014, Netralitas TNI-Polri Terusik
Bagi perwira tinggi setingkat panglima TNI, kepala staf masing-masing angkatan baik darat, udara, laut dan Kapolri bisa langsung mengajukan diri ke presiden. Sementara tingkatan di bawahnya bisa mengajukan ke masing-masing pimpinan satuan. "Akan saya setujui, dan saya doakan bahkan," ucap SBY

Soal netralitas TNI-Polri dalam menghadapi pemilu memang sudah berulang kali disampaikan SBY. Sehari sebelumnya, Senin 2 Juni 2014, SBY berinisiatif menggelar apel perwira tinggi TNI-Polri di kantor Kementerian Pertahanan. Di sana, SBY juga sudah mewanti-wanti agar para perwira tingginya menjunjung tinggi netralitas TNI-Polri di pemilu. Dia tidak ingin pemilu yang sudah berjalan demokratis tercoreng ulah oknum prajurit TNI-Polri
aktif terlibat di pesta demokrasi lima tahunan itu.

"Harapan dan instruksi saya pada Pilpres 2014 ini, netralitas TNI dan Polri tetap dijaga dan dilaksanakan. Jangan sampai dirusak, dan khianati reformasi TNI-Polri yang kita laksanakan dengan sangat tidak mudah waktu itu," ujar SBY.

Bagaimana pun kata SBY, TNI-Polri pernah menjadi bagian sejarah perkembangan politik di Indonesia. Sejarah mencatat ketidaknetralan TNI-Polri terjadi pada pemilu-pemilu sebelum reformasi. Ada peristiwa dimana ada perwira TNI-Polri dijadikan alat  politik untuk mengarahkan anggotanya memilih atau tidak memilih calon dan partai politik tertentu. SBY tak ingin masa lalu itu kembali terulang.

"Biarlah itu menjadi masa lalu kita, karena saya yakin saudara tidak akan melakukan hal itu. Meski sudah lama, tetapi jangan dilupakan. Forgive but not forget," terangnya. Menjelang Pilpres 9 Juli 2014 nanti, SBY berpesan kepada jajaran TNI-Polri untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi–Jusuf Kalla. "Keduanya berkedudukan sama. Keduanya berhak berkompetisi secara damai, bermartabat dan berkualitas," tegas SBY.

'Presiden Kapal Karam'

Dalam pidatonya di depan perwira tinggi TNI-Polri kemarin, SBY juga membeberkan fitnah yang dia terima jelang pelaksanaan Pilpres 2014. Fitnah itu yang membuat SBY berang. SBY mengklaim mendapat informasi sahih bahwa ada pihak-pihak yang menarik sejumlah perwira tinggi untuk berpihak pada calon presiden tertentu. Tapi bukan hanya itu yang membuat SBY geram. Pihak tersebut bahkan mengatakan kepada para perwira tinggi lainnya untuk membelot dari Presiden SBY yang sebentar lagi akan menanggalkan jabatannya.

"Tidak perlu mendengar presiden kalian, itu kapal karam, mau tenggelam, berhenti, mau selesai deh. Lebih baik cari kapal yang mau berlayar dan matahari terbit," kata SBY mengutip informasi itu. SBY langsung meminta jajarannya untuk mengklarifikasi dan mengkonfirmasi informasi tersebut. Dia khawatir, informasi yang dia terima hanya fitnah belaka. Namun setelah dikonfirmasi, SBY menjamin kebenaran informasi tersebut.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto memastikan informasi yang diperoleh SBY benar, karena sudah terkonfirmasi dan terklarifikasi. Namun, apakah perwira yang terlanjur terseret politik praktis itu akan diberhentikan, Djoko mengaku belum mengetahui.

"Kami berpulang ke Pak Presiden. Saya tidak tahu apa yang akan ditindaklanjuti Presiden SBY," kata Djoko saat mendampingi SBY. Dia menambahkan, SBY bisa mengetahui informasi itu dari berbagai macam sumber dan cara. Selengkapnya di tautan ini.

Terhadap informasi itu, Presiden SBY mengimbau kepada jajaran TNI-Polri untuk tidak mudah terbujuk rayu pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menanggalkan prinsip netralitas. SBY menilai, ajakan itu tidak baik bagi diri perwira itu sendiri, merusak institusi TNI-Polri dan menciderai demokrasi.

"Kata-kata seperti itu, ajakan seperti itu hanya godaan politik semata. Janganlah perwira menabrak Sapta Marga dan sumpah prajurit," ucapnya. Meski begitu, SBY tidak melarang para perwira memiliki cita-cita untuk menjadi pemimpin politik seperti yang selama ini dilakukannya. Namun, semua itu ada aturan dan etikanya. "Era sudah usai, tidak ada perwira TNI dan Polri nyanggong, siapa tahu boleh, siapa tahu terpilih. Dulu aturannya seperti itu," kata SBY.

Menurutnya, saat ini banyak mantan petinggi TNI-Polri yang menjadi pimpinan partai politik dan juga aktif sebagai tim sukses capres-cawapres. Antara lain  Wiranto, George Toisutta, Luhut Panjaitan, Dai Bachtiar, Sutiyoso dan AM Hendropriyono.

"Mereka sah, karena sebagai purnawirawan. Itu etika politik yang berlaku bagi siapapun. Mereka yang berjuang, berkeringat berani mengambil risiko, saya hormati," tegas SBY.

Komitmen TNI-Polri

Panglima TNI Jenderal Moeldoko beberapa waktu lalu telah menegaskan prajurit TNI akan bersikap netral pada Pemilu Presiden 9 Juli mendatang. Sehingga menurut Moeldoko, tidak diperlukan lagi kebijakan yang memiliki landasan hukum baru untuk mengatur posisi TNI tersebut.

"Info terakhir dari Menko Polhukam, sesuai (putusan) judicial review di MK, TNI dinyatakan bersikap netral. Sehingga tidak perlu ada lagi Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang)," kata Moeldoko di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu 28 Mei 2014.

Moeldoko berharap masyarakat tidak meragukan netralitas TNI dalam Pilpres nanti. TNI katanya, berkomitmen tidak akan terlibat dalam pesta demokrasi rakyat untuk memilih kepala negara yang terbaik. "Jadi masyarakat tenang saja, tidak perlu ragu-ragu. Kami pasti akan memberikan yang terbaik," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat  Jenderal Budiman telah mengumpulkan para Panglima Komando Daerah Militer dan Komandan Komando Distrik Militer seluruh Indonesia. Budiman menekankan jajarannya agar menjaga netralitas TNI dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Sebanyak 390 perwira AD menghadiri dan mendengar arahan KSAD.

"Kami harus bersikap netral. Kepada para Pangdam dan Dandim bagaimana agar pelaksanaan Pilpres berjalan aman, lancar dan tertib," kata Budiman.

Budiman tidak membantah teguran Presiden SBY kepada perwira tinggi TNI-Polri. SBY kata Budiman, membeberkan adanya indikasi keterlibatan perwira tinggi TNI-Polri dalam politik praktis dengan mendukung salah satu calon presiden.  "Sebagai KSAD, ini introspeksi bagi TNI AD," ujarnya. Budiman menegaskan, TNI AD tidak memihak salah satu calon presiden dan wakil presiden. "Kami punya kehormatan dan rasa tanggung jawab. Kami akan bersikap netral," ungkapnya

Komitmen serupa juga diserukan Kapolri Jenderal Polisi Sutarman. Dia menekankan kepada seluruh jajarannya agar tetap menjaga integritas dengan tidak memihak kepada pasangan capres-cawapres manapun pada Pilpres 2014. "Seluruh personel kepolisian harus netral terkait pilpres ini," kata Sutarman.

Mantan Kabareskrim ini menjamin Polri akan bersikap profesional dalam melakukan pengamanan selama kampanye sampai pelaksanaan Pilpres 9 Juli mendatang. Bahkan para personel Polri di lapangan akan dibekali kamera.

"Personel akan memotret hasil penghitungan suara, dan jika ada permasalahan hasil penghitungan di kemudian hari, dokumentasi foto milik Polri bisa digunakan sebagai bukti," ucapnya. (viva)
      Berita Nasional :

ilustrasi