Harga beberapa kebutuhan bahan pokok pun langsung naik. Meski sebagian naiknya tidak siginifikan. Harga cabai rawit hijau yang semula Rp25.000, naik menjadi Rp70.000 per kilogram. Begitu juga dengan cabai rawit keriting merah, dari harga Rp35.000 menjadi Rp80.000 per kilogram.
Sementara itu, harga bawang merah, bawang putih, tomat, dan lainnya, belum mengalami kenaikan signifikan. Kenaikan berkisar antara Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram.
Meski begitu, para pedagang mengatakan harga komoditas itu dipastikan akan terus mengalami kenaikan. "Ini dampak kenaikan harga BBM. Barang di sejumlah daerah juga mulai menipis," ujar Agus, pedagang di Pasar Badak.
Menurut Agus, para pedagang mengaku kecewa dengan kenaikan harga BBM. "Karena membuat rakyat kecil, terutama para pedagang kecil jadi sengsara," kata Agus.
Dampak kenaikan harga BBM bersubsidi turut dirasakan oleh para sopir angkutan umum. Di Garut, Jawa Barat, para sopir angkutan perkotaan melakukan aksi mogok massal. Mereka menuntut Pemerintah, segera memberlakukan kenaikan tarif. Sebab, biaya operasional, serta jumlah setoran usai kenaikan harga BBM otomatis melonjak.
"Tarif yang sekarang Rp5.000, itu tidak akan bisa menutup biaya operasional dan setoran kepada pemilik angkot," ujar Abdi, salah satu sopir angkot.
Aksi mogok ini tentu saja merugikan masyarakat pengguna angkutan umum. Angkot-angkot di kawasan Pasirwangi dan Samarang, Garut, diparkir di pinggir jalan. Mereka menolak mengangkut para penumpang.
Bahkan, beberapa angkutan yang kedapatan mengangkut para penumpang, dihentikan oleh para sopir lainnya. Alhasil, para penumpang pun terpaksa turun dari angkot dan mencari alternatif angkutan lain.
Selain angkutan umum di kawasan Pasirwangi dan Samarang, angkutan kota jurusan Cibatu, Cilawu dan Kadungora pun memilih tak beroperasi.
Berbeda dengan di Garut, para sopir angkutan umum di Pandeglang, justru mengambil sikap menaikkan tarif secara sepihak. Besaran kenaikan bervariasi, bahkan ada yang menaikkan hingga 100 persen. Padahal, belum ada surat edaran resmi dari Dinas Perhubungan setempat.
Di sub terminal Anten dan terminal Kabupaten Pandeglang, Banten, tarif angkutan umum antarkota naik 30 persen dari tarif dasar. Tarif angkutan jurusan Pandeglang-Saketi yang biasanya hanya Rp6.000, naik menjadi Rp9.000.
Sedangkan, para sopir angkutan umum antarprovinsi menaikkan ongkos hingga 100 persen. Tarif semula Rp25 ribu untuk jurusan Labuan-Kalideres, kini naik menjadi Rp50 ribu.
Hal ini, tentu membuat penumpang kecewa. Mereka keberatan, karena belum ada ketetapan resmi dari dinas terkait tentang tarif yang harus dikenakan kepada penumpang. Sementara itu, dinas terkait masih mengkaji besaran kenaikan tarif tersebut.
Terkait masalah itu, Kementerian Perhubungan langsung merespons. Kemenhub meminta seluruh pihak untuk bersama-sama mengawasi angkutan umum yang memberlakukan tarif melebihi 10 persen dari harga sebelumnya. Pelanggaran atas kebijakan itu, akan diberikan sanksi tegas hingga maksimal berupa pencabutan izin usaha.
"Kalau ada yang menemukan tarif di atas 10 persen sesuai dengan kebijakan Menteri Perhubungan, silakan laporkan ke aparat berwenang. Biar, nanti ditindaklanjuti. Kami akan berikan sanksi tegas," ujar Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, usai gelar jumpa pers di Kemenhub, Selasa 18 November 2014.
Penentuan tarif tertinggi 10 persen dari tarif sebelumnya tersebut, menurut Sugihardjo, sudah berdasarkan pertimbangan matang. Baik itu dari aspek kelangsungan usaha para pemilik angkutan hingga ke tingkat kemampuan daya beli masyarakat.
"Jadi, tidak perlu takut merugi untuk para pemilik angkutan umum," ujarnya.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga langsung angkat bicara. Ia meminta semua pihak berkepala dingin menyikapi kebijakan ini.
Ia mengimbau, Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk tidak melakukan aksi mogok. Ia mengaku telah melakukan komunikasi dengan sejumlah Organda untuk menyikapi kenaikan harga BBM. Salah satunya adalah dengan diakomodirnya usulan untuk mengajukan insentif fiskal dan non fiskal bagi angkutan umum di seluruh Indonesia.
"Saya ini bekas operator juga, jadi saya mengerti betul kebutuhan operator itu apa," ujar Jonan di Kantor Kementerian Perhubungan.
Stok habis
Permasalahan di Sumatera rupanya tak kalah pelik, usai kebijakan kenaikan harga BBM. Beberapa jam setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jambi kehabisan stok bensin.
Masyarakat yang tidak kebagian BBM di SPBU, terpaksa membeli di kios-kios bensin eceran, meski dengan harga jauh lebih mahal. Di kawasan Jangkat, Kabupaten Merangin, misalnya, harga bensin premium dihargai Rp40 ribu per liter. Sedangkan minyak solar seharga Rp35 ribu per liter.
Para pedagang bensin eceran, mengatakan mereka menjual mahal bensin karena BBM sulit didapat, sejumlah SPBU tutup karena kehabisan pasokan. Masyarakat menyerbu SPBU beberapa jam, sebelum harga baru berlaku.
Selain itu, Jangkat ialah kawasan terpencil yang berada di kaki Bukit Tigapuluh. Jarak menuju SPBU cukup jauh, sehingga menambah ongkos transportasi. Para pedagang mengaku tidak punya pilihan, selain menaikkan harga bensin.
Penyimpangan seperti penimbunan BBM memang bukan hal baru yang ditemukan usai kebijakan kenaikan harga BBM ditetapkan. Meski demikian, Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti memastikan, Polri telah melakukan langkah antisipasi terkait hal itu.
Ia mengungkap, salah satu yang menjadi perhatian Polri adalah mencegah terjadinya penimbunan BBM. "Pencegahan sebetulnya sudah berapa kali kita lakukan imbauan. Kan, bukan hanya dari polisi, pengawasan di SPBU juga ada patroli, juga ada pengawasan. Kita pun mengharapkan bahwa di SPBU dipasang CCTV juga. Kalau ada yang menyimpang, kan ketahuan," kata Badrodin di Gedung KPK, Jakarta.
Kapolri Jenderal Sutarman, lanjut Badrodin, sempat memberikan saran agar pengumuman kenaikan BBM cepat dilakukan. Hal tersebut, untuk mencegah terjadinya penimbunan yang dilakukan oleh masyarakat.
"Tidak usah lama-lama, karena semakin lama peluang untuk menimbun bisa lebih besar. Ada kenaikan atau tidak, pasti ada penyimpangan," ujar dia.
Polri juga berkomitmen untuk selalu melakukan pengawasan dan operasi-operasi terkait kenaikan harga BBM ini. Bahkan dia menyebut, kepolisian sudah menetapkan siaga Satu sejak Senin malam.
Kompensasi BBM
Tiga kartu 'sakti' Jokowi mulai ambil peran usai kebijakan kenaikan harga BBM ditetapkan. Di beberapa daerah, masyarakat yang termasuk dalam daftar Rumah Tangga Sasaran (RTS) mulai menyerbu kantor pos terdekat untuk mencairkan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS).
Warga miskin yang memiliki Kartu Perlindungan Sosial (KPS) berhak mendapatkan Rp400 ribu per orang untuk jangka waktu dua bulan, yakni November dan Desember 2014. Dana tersebut, bisa diambil sebagian, atau pun seluruhnya.
Seperti di Palembang, Sumatera Selatan, ribuan warga miskin rela antre untuk mengambil dana kompensasi tersebut sejak pukul 07.00 WIB. Sebagian RTS ini merupakan penerima kompensasi kenaikan BBM pada pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala Kantor Pos Merdeka Palembang, Rodi Herawan mengatakan, dana PSKS akan dibagikan secara bertahap. "Pembagian ini akan berlangsung hingga 5 Desember 2014," kata dia.
Dana kompensasi juga telah dibagikan ke warga miskin di Jawa Barat. Kepala Kantor Pos Bandung, Hany Sartana mengatakan, hari ini baru ada dua wilayah di Jawa Barat yang melakukan pencairan dana PSKS, yakni Kota Bandung dan Sukabumi. Untuk Bandung, pencairan baru bisa dilakukan di Kantor Pos Besar Bandung di Jalan Asia-Afrika.
"Informasinya baru kita terima tadi malam. Kenapa baru Kecamatan Sumur Bandung, karena kita ambil yang terdekat," ujar Hany.
Menurut dia, PT Pos Indonesia akan melakukan penjadwalan pencairan PSKS untuk kecamatan lainnya hingga 12 Desember 2014 mendatang. Nantinya, pencairan dana PSKS akan dilakukan di kantor Pos tingkat kecamatan, sehingga penerima PSKS bisa mencairkan dananya di kantor pos terdekat.
Di Kota Bandung terdapat 61.962 pemegang KPS. Pada hari pertama pencairan KSPS ini, penerima yang melakukan pencairan masih berjumlah puluhan.
Sementara, Kepala PT Pos Indonesia di Ambon, Sudarjo mengaku pihaknya baru mendistribusikan bantuan sosial kepada 100 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di kelurahan Ahuseng, Kota Ambon. Padahal, total penerima bantuan untuk Kota Ambon mencapai 11.200 orang.
Sebab, PT Pos Ambon belum menerima data penerima secara lengkap. (viva)