Namun, Sri Mulyani mengaku saat itu dirinya sempat meminta waktu untuk menentukan status tersebut. Lantaran, pihak BI hanya memberi waktu 4,5 jam untuk mengambil keputusan.
"Betul (saya tanyakan kenapa tidak bisa ditunda sampai Senin dan hanya diberi waktu 4,5 jam). Namun, BI katakan mereka tidak bisa lagi beri FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) maka tanggal 21 November 2008, itu harus ditentukan apakah ini ditutup atau tidak, atau ditetapkan berdampak sistemik," kata Sri Mulyani di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dengan situasi yang mendesak dirinya tersebut, menurut Sri Mulyani, akhirnya diputuskanlah Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan diambil alih LPS. Dengan nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp632 miliar agar Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio kecukupan modal menjadi positif 8 persen. Dengan alasan penyelamatan dan mencegah krisis ekonomi dan sistem keuangan agar tidak mengalami permasalahan Keputusan menyelamatkan, yang menjadi pertimbangan putusan tersebut dikeluarkan.
"Malam hari itu dibutuhkan Rp632 miliar dengan pertimbangan mencegah sistem keuangan rusak yang nilainya Rp1.700 triliun. Sebagai pembuat kebijakan saya pertimbangkan keluarkan Rp632 miliar dengan sistem keuangan masyarakat tidak resah, seperti yang terjadi tahun 1997/1998. Jadi, perbandingannya antara menutup Bank Century dengan biaya lebih besar lagi, yaitu kepercayaan masyarakat yang mungkin akan runtuh," ungkap Sri Mulyani.
Merasa ditipu
Lebih lanjut, secara tidak langsung mantan Menteri Keuangan itu mengakui dirinya merasa tertipu oleh BI lantaran data dan angka yang diberikan untuk menyelamatkan Bank Century ternyata berubah. "Saya kecewa dengan data BI. Tetapi, sebagai Menkeu saya bertanggung jawab atas perekonomian di Indonesia," tegas Sri Mulyani.
Pasalnya Sri Mulyani mengatakan angka penyelamatan yang awalnya dikatakan Rp632 miliar meningkat menjadi Rp4,6 triliun akibat ada surat-surat berharga (ssb) yang dimacetkan. "Saya kaget Rp632 miliar jadi Rp4,6 triliun. CAR 3,2 persen jadi minus 35,92 persen," ujar Sri Mulyani.
Bahkan Sri Mulyani mengaku ketika itu, menyatakan bahwa dirinya bisa mati berdiri jika angka penyelamatan terus berubah. "Bisa mati berdiri saya kalau begini ceritanya," ujar Sri
Terkait Sri Mulyani, dalam surat dakwaan Budi Mulya jelas dikatakan bahwa yang bersangkutan berperan terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga diberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sampai sebesar Rp 6.762.361.000.000.
Terbukti, pada rapat KSSK dengan Komite Koordinasi (KK) pada tanggal 21 November 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum, secara tiba-tiba diputuskan bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selanjutnya, meminta LPS melakukan penanganan terhadap bank tersebut.
Padahal, dalam rapat pra KSSK yang dilakukan pada 20 November 2008 sekitar pukul 23.00 WIB, belum diputuskan perihal penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Mengingat, banyak pendapat yang menyatakan bahwa Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik. Sebagaimana, dikatakan oleh Rudjito selaku Ketua Dewan Komisioner LPS, Anggito Abimanyu, Fuad Rahmany dan Agus Martowardojo.
Selanjutnya, dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS diputuskan jumlah PMS untuk memulihkan Bank Century mencapai Rp 2.776.000.000.000, yang akhirnya terealisasi mulai 24 November 2008 sampai 1 Desember 2008. Namun, ditengah waktu pertransferan PMS tersebut terjadi masalah yang membuat Sri Mulyani menekankan pada BI untuk membuat pertanggungjawaban atas penanganan Bank Century. Tetapi, uniknya walaupun merasa kecewa akan sikap BI, pemberian PMS tetap dilanjutkan sampai 1 Desember 2008.
Pemberian PMS terus berlangsung sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp 6.762.361.000.000. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan, masih dalam posisi negatif 22,29 persen.
Seperti diketahui, diduga memang ada skenario untuk memberikan PMS ke Bank Century. Skenario dimulai ketika rapat tanggal 16 Nopember 2008 yang dihadiri oleh Sri Mulyani (Menkeu/Ketua KSSK), Boediono, Miranda, Muliaman Hadad, Siti Fadjrijah, Fuad Rahmany, Noor Rachmat, Poltak L Tobing (LPS), Firdaus Djaelani (Kepala Eksekutif LPS) dan Suharno Eliandy (LPS).
Dalam rapat tersebut, Firdaus Djaelani mengatakan bahwa biaya menutup Bank Century lebih rendah dibandingkan harus menyelamatkannya. Namun, Boediono mengatakan perhitungan Firdaus hanya berdasarkan sisi mikronya saja. Sehingga, data tersebut diindahkan. Sebaliknya, DG Bi memerintahkan DPNP untuk menyiapkan konsep Analisis Dampak Sistemik (ADS) Bank Century untuk dipresentasikan dalam rapat KSSK tanggal 19 November 2008. Tetapi, pada saat rapat dengan KSSK yang dipaparkan hanya gambaran umum kinerja perbankan di Indonesia. Sehingga, KSSK belum memutuskan bank Century berdampak sistemik sebagaimana diinginkan oleh BI.
Bahkan, nampaknya BI memang memaksakan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Terbukti, dari RDG tanggal 20 Nopember 2008, DG BI mengarahkan DPNP mempersiapkam kajian untuk mendukung alasan penetapan sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Untuk mewujudkan keinginan DG BI tersebut ditempuh berbagai macam cara. Termasuk, menggunakan pendekatan psikologi pasar atau masyarakat dalam analisa dalam sistemik Bank Century. Dengan tujuan, agar secara kuantitatif tidak terukur. (viva)