Diduga, kedua personel TNI tersebut kehabisan bekal. Sehingga hanya mengonsumsi mi instan seadanya tanpa menggunakan air hangat. Tak pelak, tampilan foto tersebut menuai pujian dari netizen. Gambar ini pun disukai lebih dari 18 ribu orang dan telah dibagikan lebih dari 11 ribu orang.
"Sperti inilah perjuangan TNI..tapi masih ad aj yg bilang kal TNI gak ad kerjaannya n mkan gaji buta ..astagfirullah..pdhal yg bilang sprti itu blm tentu bisa mnjalankan khdupan sbgai TNI yg slalu brtugas taruhan nyawa meninggalkan anak istri ortu untuk mnjga NKRI diperbtasan ataupun daerah rawan..dan aku bangga jadi istri TNI," tulis akun bernama Vika Astria seperti dikutip Senin 26 Oktober 2015.
"Sumpah demi apapun saya #Merinding kalo liat foto ini...Yaa allah hamba mohon turun kan lah hujan mu itu yaa allah...," tambah akun facebook bernama Robby Alexander.
Saat ini ribuan personel TNI memang sudah diterjunkan di Sumatera dan Kalimantan untuk membantu pemadaman kebakaran hutan di daerah itu. Selama 1,5 bulan, personel TNI ini akan dirotasi dan digantikan dengan personel yang baru.
Penetapan Bencana Nasional Kabut Asap Kian Mendesak
Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Almuzammil Yusuf, mendesak pemerintah segera menetapkan bencana nasional terhadap bencana kabut asap di sejumlah daerah. Kabut asap yang melanda dinilai telah sangat merugikan dan memakan korban.
Selasa 27 Oktober 2015, anggota DPR dari daerah Pemilihan Lampung itu memaparkan sejumlah langkah penanggulangan kabut asap secara sistematis. Menurut dia, dengan ditetapkannya sebagai bencana nasional, maka anggaran penanganan bisa lebih masif dan menjangkau lebih banyak aspek dalam pemulihan korban.
Meski ditetapkan sebagai bencana nasional, perusahaan yang saat ini tengah diusut aparat penegak hukum karena diduga membakar atau menjadi penyebab kebakaran tetap harus diproses, baik secara pidana maupun perdata.
"Hukum pidana kalau terbukti mereka tetap bisa dihukum," kata anggota Komisi III DPR itu.
Almuzammil mengungkapkan, alasan pemerintah tidak mau menetapkan itu sebagai bencana nasional karena memandang persoalan itu masih bisa ditangani polisi. Selain kekhawatiran nantinya perusahaan yang diduga terkait terbebas dari jeratan hukum.
"Tidak berasalasan, karena pemerintah bisa mengajukan Perppu yang di dalamnya diatur tegas bahwa penetapan status bencana nasional tidak terkait pembebasan sanksi pidana dan perdata," ujarnya.
Menurutnya, bila sudah ditetapkan sebagai bencana nasional maka sumber daya yang dikerahkan untuk itu bisa lebih masif, ada anggaran dari pemerintah pusat serta keleluasaan minta bantuan internasional.
Almuzammil menilai, pemerintah terlalu lamban dalam menangani persoalan kabut asap itu. Ketika ada negara lain menawarkan bantuan pemerintah cenderung gengsi, namun "gengsi yang tidak pada tempatnya."
Ditambahkannya, alasan awal pemerintah tidak menetapkan sebagai bencana nasional karena memandang itu bisa diatasi provinsi ternyata dimentahkan sendiri ketika kemudian mereka minta bantuan negara lain. Hanya saja, ketika bantuan datang, api sudah membesar dan meluas hingga tidak bisa dipadamkan sampai saat ini.
"Awalnya pemerintah tidak mau menetapkan sebagai bencana nasional karena hambatan UU. Karena provinsi masih merasa mampu, tapi kan aneh kalau mampu kok kemudian undang internasional? Kalau negara saja kewalahan, apalagi provinsi," ujarnya.
Almuzammil memberikan usulan solusi berupa penerbitan Perppu penetapan bencana nasional kabut asap. "Kalau presiden menerbitkan Perppu, DPR akan cepat merespons, melakukan pembahasan cepat," katanya. (viva)