"Jumlah pengawas terbatas, cakupannya juga tidak seluas masyarakat sehingga peran masyarakat dalam pengawasan menjadi penting. Mata publik lebih luas daripada panwas," katanya.
Hal itu dia sampaiakan itu setelah membuka Sosialisasi Pengawas Partisipatif Dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Magelang di Gedung Wanita, Kota Magelang(01/08). yang dihadiri jajaran panwaslu setempat, kalangan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, relawan, dan media massa.
Selain Abhan Pemberi materi sosialisasi itu, antara lain Ketua KPU Kota Magelang Basmar Perianto Amron dan pengamat pemilu yang juga pengajar Universitas Muhammadiyah Magelang M. Zuhron Arofi.
Kalangan masyarakat hendaknya memiliki keberanian untuk memberikan laporan indikasi pelanggaran pilkada kepada pihak panitia pengawas, karena pengawas pesta demokrasi yang sesungguhnya adalah mereka. Ia mengatakan jajaran panwaslu juga harus bekerja secara optimal dan sesuai dengan ketentuan dalam pengawasan pilkada yang rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2015. Kota Magelang salah satu di antara 21 kabupaten dan kota di Jateng yang hendak menggelar pilkada tersebut.
"Selama pengalaman pemilihan umum, baik pemilihan gubernur, pemilu legislatif, maupun pemilu presiden, partisipasi masyarakat masih kurang maksimal. Lebih banyak indikasi pelanggaran berasal dari temuan panwas daripada laporan masyarakat," katanya tanpa merinci data indikasi pelanggaran tersebut.Oleh karena itu, pihaknya memandang penting mendorong berbagai kalangan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan pelaksanaan tahapan pilkada.
Kegiatan yang dihadiri Asisten I Sekretaris Daerah Pemkot Magelang Tony Agus Priyono, Komandan Kodim 0705 Magelang, Letkol Arm I Made Gede Antara, dan Kepala Bagian Operasional Polres Magelang Kota Komisaris Polisi Sudianto itu, Abhan menjelaskan tentang tingkat kerawanan akibat konflik kepentingan pilkada yang lebih tinggi ketimbang pilgub, pemilu legislatif, maupun pilpres.
"Pilkada ini di tingkat lokal, tokohnya lokal sehingga konflik kepentingannya semakin tinggi, calonnya dekat dengan warga, Semua elite terkonsentrasi pada satu calon. Sistem baru juga tidak ada dua putaran, selisih sedikit sudah jadi pemenang sehingga kompetisinya ketat dan juga menjadi tugas berat penyelenggara," paparnya.
Ia mengatakan sukses atau tidak pelaksanaan pilkada menjadi tanggung jawab bersama antara penyelenggara, yakni Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu dengan jajarannya, peserta pemilihan, yakni partai politik dan perseorangan, serta masyarakat.
"Pilkada sukses proses maupun hasil, demokrasi ini sarana, tetapi tujuan utama terbangun masyarakat yang adil dan sejahtera," Harapannya. (hm/herlit)