"Heli tersebut tersebar di Riau tiga unit, Jambi empat, Sumatera Selatan lima unit, Kalimantan Barat dua unit, Kalimantan Tengah tiga unit, dan Kalimantan Selatan dua unit," ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya. Senin 28 September 2015.
Selain itu, ada dua pesawat air tractor dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditempatkan di Sumsel. Sedangkan, empat pesawat hujan buatan digelar di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
"Operasi udara ini adalah yang terbesar dibandingkan tahun 2014 dalam mengatasi karhutla," kata Sutopo. Tahun 2014, operasi udara didukung 12 heli dan 3 pesawat hujan buatan.
Untuk operasi darat, saat ini dikerahkan 20.837 personel tim gabungan dari BNPB, BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, Manggala Agni, masyarakat peduli api dan lainnya.
"Sebanyak 3.773 personel TNI dari pusat diperbantukan di Riau 1.444 personel, Sumsel 1.294 personel, Kalteng 500 personel, dan Kalsel 535 personel. Sedangkan Polri dari satuan Brimob dan Penyidik dari pusat yang dikerahkan 770 personel," ungkap Sutopo.
Cuaca kering, terbatasnya air dan sarana prasarana serta luasnya wilayah yang terbakar masih menjadi kendala dalam pemadaman. "Api yang sudah padam terbakar kembali karena gambut terbakar di bawah permukaan," jelasnya.
Selain itu, pembakaran juga masih terjadi di lahan pertanian, perkebunan dan semak-belukar. Kondisi demikian menyebabkan jarak pandang pendek.
"Pada Senin 28 September 2015 pukul 15.00 Wib, jarak pandang di Palangkaraya 400 meter, Muara Teweh 100 meter, Pontianak 600 meter, Jambi 400 meter, Pekanbaru 1.000 meter, Rengat 300 meter, Kerinci 400 meter, dan Palembang 2 kilo meter," tuturnya.
Kualitas udara seperti ISPU di Pontianak 705 (Berbahaya), Palangkaraya (Berbahaya), Palembang 261 (Sangat Tidak Sehat), dan Pekanbaru 208 (Tidak Sehat).
"Ancaman karhutla berpotensi hingga akhir November 2015 jika pencegahan tidak dilakukan dengan keras dan tegas," katanya. (viva)