Foto: Warga Blitar saat mendatangi PLN Srengat protes terkait denda.

Blitar – Puluhan warga Blitar wilayah barat mendatangi Kantor PLN Srengat. Mereka menolak disebut melanggar aturan dan membayar denda sampai jutaan rupiah. Warga justru menilai PLN telah melakukan manipulasi temuan.

Koordinator aksi, Didik mengatakan, puluhan warga tersebut berasal dari Kecamatan Srengat, Ponggok, dan Udanawu. Pelayanan listrik di ilayah tersebut berada di bawah naungan Unit Layangan Pelanggan (ULP) Srengat.

“Puluhan pelanggan ini punya dua masalah yang terkena denda. Ada yang karena geser meteran dan ada yang karena kabel bolong di atas meteran. Atau istilahnya ketahuan ngelos listrik tanpa izin PLN. Tapi bukti yang disampaikan PLN menurut saya mengada-ada,” tegas Didik, Jumat (5/5/2023).

Kasus ini mencuat ke permukaan ketika Ponpes Mambaul Hikam Udanawu juga terkena denda Rp 10 juta. Dengan bukti pelanggaran kabel bolong di atas meteran dan ada indikasi pihak ponpes mencuri listrik. Hal tersebut tidak bisa diterima pihak ponpes. Apalagi informasinya, petugas yang datang P2TL ke ponpes adalah pihak ketiga dari swasta, bukan dari PLN.

“PLN Srengat cacat hukum. Pertama, SOP P2TL harus mendapat persetujuan dan tanda tangan pemilik Persil. Sedangkan di ponpes tidak ada tanda tangan persetujuan itu. Kedua, yang berwenang melakukan P2TL adalah petugas PLN yang didampingi aparat keamanan. Tapi di ponpes yang datang bukan petugas PLN, melainkan pihak ketiga,” ungkapnya.

Sementara terkait geser meter, menurut Didik, tidak ada sosialisasi kepada masyarakat terkait hal itu. Padahal ada perbedaan mendasar antara geser meter dan pindah meter. Asal tidak mengubah nomor gardu dan nomor baca meter, masuk kategori pelanggaran ringan yang bisa tidak diproses.

“Terkait geser meter, itu akal-akalan PLN untuk mencari uang. Geser meter itu tidak ada unsur yang dirugikan. Lalu kenapa warga yang tidak tahu apa-apa harus bayar denda jutaan rupiah?” kritiknya.

Soal akal-akalan pelanggaran kabel bolong juga diakui Sumanianto, warga Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok. Beberapa bulan lalu, seorang petugas diduga dari PLN memeriksa meteran di rumah Sumanianto. Posisi rumah tanpa pagar, sehingga orang bisa leluasa masuk depan rumah dan mendekati meteran listrik yang terpasang di pojok luar rumah.

Ketika petugas datang, Sumanianto tidak berada di rumah. Namun kepada istrinya, petugas itu bilang jika ditemukan kabel bolong di atas meteran listrik di rumahnya. Hal itu melanggar aturan, serta harus membayar denda.

“Nggih duko sinten sing mbolongi. Wong Kulo mboten nate ngutik-ngutik meteran niku. Mboten Nate duwe gawe. (Nggak tahu siapa yang melubangi. Saya tidak pernah mengutak-atik meteran itu. Saya juga tidak pernah punya hajat yang butuh listrik banyak). Saya kena denda Rp 2 juta lebih,” jelasnya.

Sayangnya, puluhan warga tersebut tidak ditemui oleh Manager PLN Area Srengat Donalia Arie Yulianto. Petugas kepolisian yang menjaga ketat kantor UPL Srengat menyarankan beberapa perwakilan warga melakukan audiensi di dalam kantor. Asman Unit Pelaksana Koordinasi PLN Kediri, Jatmiko yang menemui perwakilan warga.

“Nilai tagihan tergantung jenis pelanggaran. Terkait audiensi dengan warga, info manajemen disarankan dapat datang ke PLN UP3 Kediri bertemu bagian humas untuk mendapatkan penjelasan,” jawabnya dikonfirmasi terpisah. (dpe/dte/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer