Ilustrasi dangdut koplo.(Shutterstock/andalan_photography)

SAYA telah mengunjungi lebih dari tujuh puluh negara di planet bumi ini sambil mencoba mempelajari kebudayaan negara-negara yang saya kunjungi tersebut.

Ternyata masing-masing negara memiliki jati diri jenis kesenian termasuk seni tari yang khas.

Misalnya, Austria memiliki Walsa, Brasilia Samba, Argentina Tango, Kuba Rumba, Mambo, Salsa, Amerika Serikat Rock, Korea K-Pop, India Kuchipudi, Spanyol Flamenko yang masing-masing memiliki karakter irama dan gaya gerak beda satu dengan lainnya.

Dapat disimpulkan pula bahwa pada hakikatnya seni-tari merupakan seni yang paling paripurna dalam menuntut kemampuan batiniah sekaligus kemampuan ragawiah. Seni-tari dapat ditampilkan secara individual, namun juga secara massal.

Dalam rangka mendirgahayu 50 tahun persahabatan Korea-Indonesia di Seoul, 29 September 2023, saya sempat menyaksikan dengan mata di kepala sendiri, betapa paduan suara Armonia penuh gairah semangat mengalunkan irama Dangdut menggoyang Seoul dengan lagu Ojo Dibandingke.

Dubes Sulis langsung turun melantai bersama Ibu Dubes Susi berjoged didampingi para Dubes negara-negara Asean yang ikut menghadiri pergelaran di panggung utama pelataran Gwanghwanmun disambut gemuruh tepuk tangan dan gelegar sorak sorai ribuan penonton di Seoul, Korea.

Bahkan setelah acara pergelaran resmi sudah usai, ternyata ribuan masyarakat Seoul masih enggan meninggalkan kawasan Gwanghwanmun demi lanjut berjoget-ria diiringi lagu-lagu gembira berirama semarak Dangdut tiada dua di planet bumi ini.

Pada saat itu rasa bangga dan terharu menyelinap ke dalam lubuk sanubari saya akibat menyaksikan kenyataan Dangdut berjaya menggoyang Seoul.

Pada saat itu pula sebagai warga Indonesia yang bangga atas mahakarsa dan mahakarya kebudayaan bangsa Indonesia, saya merasa yakin bahwa pada hakikatnya harkat dan martabat dangdut setara duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan Samba, Rumba, Tango, K-Pop maupun seni-tari bangsa manapun di marcapada ini.

Maka sebagai seorang insan warga Indonesia yang cinta kebudayaan Indonesia, saya merasa yakin bahwa dangdut sangat layak dinominasikan ke UNESCO demi bersama wayang, batik, keris, angklung, subak, noken, Borobudur, sureg galigo dan lain-lain memperoleh pengakuan lembaga kebudayaan PBB sebagai warisan kebudayaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia yang dipersembahkan kepada dunia.

Saya sadar atas kenyataan bahwa ada saja pihak yang tega hati melecehkan dangdut sebagai “seni kampungan”.

Maka saya siap mempertahankan keyakinan saya terhadap harkat dan martabat adiluhur dangdut sampai titik darah penghabisan saya terhadap pihak-pihak yang tega hati memandang rendah dangdut sebagai “seni-kampungan” maka dianggap tidak layak dinobatkan oleh UNESCO sebagai warisan kebudayaan Indonesia dipersembahkan kepada dunia. (kompas)

Penulis: Jaya Suprana , Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer