Jakarta – TNI menyampaikan keberatan usai KPK mengumumkan prajurit aktif sebagai tersangka kasus suap di Basarnas. TNI pun menyampaikan beberapa poin keberatan.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan suap ini menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. Henri masih berstatus militer aktif.
Kasus ini terungkap berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Selasa (25/7). OTT dilakukan di daerah Jakarta Timur dan Bekasi.
Sebanyak 10 orang ditangkap dari kegiatan OTT KPK tersebut. KPK juga mengamankan barang bukti uang tunai pecahan rupiah.
Salah satu pihak yang ditangkap merupakan anggota TNI AU bernama Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Letkol Afri diketahui bertugas sebagai Kepala Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas di Basarnas.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap ada pembagian 10% dalam dugaan proyek di Basarnas.
“Besaran fee 10% dari nilai proyek,” kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan.
KPK pun kemudian menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan.
“HA, Kabasarnas RI periode 2021-2023,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers penetapan tersangka di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
KPK juga menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto (ABC).
Para terduga pemberi suap yaitu Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Puspom TNI. Namun, pengusutan kasusnya ditangani tim gabungan penyidik KPK dan Puspom TNI.
“Sebagaimana pasal 42 UU KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Militer dan peradilan umum juncto Pasal 89 KUHP,” kata Alex.
“Terhadap dua orang tersangka, yaitu HA dan ABC, yang diduga sebagai penerima suap, maka penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut,” tambahnya.
Usai pengumuman ini, TNI menyampaikan sejumlah keberatan. Apa saja keberatan TNI?
1. TNI Keberatan dengan Pengumuman KPK
Usai penetapan tersangka, TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut.
“Dari tim kami terus terang keberatan itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya yang militer, karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri,” kata Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko dalam jumpa pers di Mabes TNI, Jumat (28/7/2023).
Dia mengaku menerima informasi KPK melakukan OTT terhadap sejumlah orang terkait kasus suap proyek di Basarnas dari pemberitaan media. Setelah itu, Marsda Agung mengirimkan tim ke KPK untuk berkoordinasi.
Dia mengatakan, saat tim TNI mendatangi KPK, Letkol Afri sudah berada di KPK. Dia mengatakan ada kesepakatan bahwa proses hukum Marsdya Henri maupun Letkol Afri akan ditangani Puspom TNI.
“Kita dari tim Puspom TNI, kita rapat gelar perkara yang pada saat gelar perkara tersebut akan diputuskan bahwa seluruhnya yang terkait pada saat OTT tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang sudah cukup,” kata dia.
“Namun, pada saat press conference, statement itu keluar bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka,” tambah dia.
2. Tegaskan Minta KPK Tak Langgar Hukum
TNI mengingatkan KPK sebagai penegak hukum untuk tidak melanggar hukum.
“Jadi kami lengkap semua untuk tegas menyampaikan bahwa tegakkan hukum tapi penegak hukum jangan sampai melanggar hukum,” kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono.
Hal ini dikatakan Julius lantaran TNI disebut memiliki aturan sendiri untuk menetapkan seorang anggota yang aktif sebagai tersangka. TNI sendiri keberatan atas penetapan tersangka oleh KPK.
3. Kabasarnas Belum Tersangka
Agung Handoko menegaskan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) belum berstatus tersangka. Dia menuturkan masih mendalami laporan-laporan yang pihaknya terima.
“Jadi, beliau berdua belum kita tetapkan sebagai tersangka karena kita baru terima laporan yang ini,” kata Agung.
Agung mengatakan pihaknya akan mengembangkan dugaan penyuapan ini. Dan dalam proses penegakan hukum, tambah Agung, Puspom TNI akan berkoordinasi dengan KPK.
“Nanti kita kembangkan, termasuk nanti kita akan koordinasi dengan KPK bukti-bukti apa yang sudah didapat,” ucap dia.
4. KPK Salahi Ketentuan
Lebih lanjut, Agung menyebut KPK menyalahi ketentuan dalam penetapan tersangka.
“Apa yang dilakukan oleh KPK untuk menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan,” kata Marsda Agung.
Mestinya, katanya, penetapan tersangka oleh TNI. Hal ini sudah diatur dalam UU.
“Mekanisme penetapan sebagai tersangka ini adalah kewenangan TNI sebagaimana UU yang berlaku,” katanya.
“Jadi pada intinya kita punya aturan masing-masing. Dari pihak militer, baik KPK yaitu hukum umum, punya aturan juga,” sambungnya.
5. Prajurit Tak Kebal Hukum
Kababinkum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro menerangkan soal aturan proses hukum di militer. Dia mengatakan aturan hukum terhadap prajurit sudah termaktub dalam Undang-Undang.
“Jadi pada intinya tak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk pada aturan hukum,” kata Kresno.
Kresno menyampaikan dalam UU peradilan militer diatur mengenai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, hingga pelaksanaan eksekusi. Dia menegaskan kewenangan penangkapan hingga penahanan hanya boleh dilakukan oleh 3 pihak TNI.
“Yang pertama adalah Ankum, atasan yang berhak menghukum, kedua adalah Polisi Milter, kemudian yang ketiga adalah oditur miiter. Jadi selain 3 ini tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” paparnya.
6. TNI Pastikan Tidak Kecolongan
TNI tak mau disebut kecolongan dalam kasus ini. Dia menyebut yang bersangkutan ada di luar TNI.
“Sebetulnya beliau ini kan bukan dari TNI aktif, TNI yang ada di tubuh institusi, tapi di luar TNI jadi tidak bisa disebutkan sebagai kecolongan,” kata Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono.
Julius mengatakan TNI telah melakukan pengawasan secara ketat di internal institusinya. Dia mengatakan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga menegaskan tak ada ruang bagi prajurit TNI untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan.
“Internal TNI sudah melakukan yang namanya Waskap baik itu dipimpin oleh Irjen masing-masing Kotama sampai ke inspektorat di Mabes TNI sudah sangat kuat melekat,” ujar Kapuspen.
“Kemudian perintah harian Panglima TNI juga sangat jelas mengenai Sapta Marga Prajurit dan sebagainya nomor 1,2,4 dan 6 itu adalah paga-pagar bagaimana TNI berperilaku. Pada dasarnya media dan masyarakat sudah paham betul siapa itu Laksamana TNI Yudo Margono hanya ada hitam dan putih, kalau bagus dikasih reward, kalau jelek atau pelanggaran hukum dikasih punishment,” imbuhnya.
KPK Minta Maaf
KPK merespons keberatan dari TNI. KPK mengakui ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian (HA) dan Korsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK pun menyampaikan permohonan maaf.
“Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).
Johanis mengatakan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.
“Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan,” kata dia. (rdp/rdp/detik)