Foto: Bangkai Pesawat TNI AU Belum Dievakuasi (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Jakarta – Dua pesawat tempur jenis Super Tucano dengan nomor ekor TT-3111 dan TT-3103 mengalami kecelakaan di sekitar Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Kabupaten Pasuruan. Belajar dari kecelakaan tersebut, TNI AU memastikan akan menambah prosedur keselamatan.

“Penting bagaimana mengubah prosedur atau menambah prosedur,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati, dalam konferensi persnya, di Halim, Jumat (17/11/2023).

Agung mengatakan saat kejadian kru pesawat telah menerapkan prosedur yang sesuai. Disebutkan, prosedur tersebut yaitu ketika kru menyampaikan blind atau buta karena keadaan cuaca maka pesawat lain yang berada di dekatnya saat formasi akan menjauh.

“Prosedur masuk ke dalam blind atau dimana situasi kita tidak bisa melihat karena cuaca sangat pekat itu ternyata menyelamatkan dua pesawat lainnya,” kata Agung.

Agung mengatakan pihaknya akan menambah prosedur keselamatan agar tidak terjadi kecelakaan serupa. Menurutnya hal ini merupakan salah satu tujuan dari investigasi yang saat ini tengah dilakukan.

“Akhirnya mungkin kita bisa menambah prosedur baru sehingga kalau ada kejadian semacam ini bisa empat-empatnya selamat. Jadi tujuan investigasi adalah memperbaiki prosedur, menambah prosedur atau mengurangi hal-hal yang tujuannya untuk keselamatan penerbangan dan keselamatan misi,” tuturnya.

Sebelumnya, Agung menjelaskan kronologi pesawat sebelum hilang kontak dan jatuh. Pesawat disebut take off satu persatu dan membentuk formasi. Agung menyebut dalam formasi ini posisi pesawat saling berdekatan.

“Saya bisa jelaskan bahwa mereka terbang formasi. Take off satu persatu, setelah naik ke atas mereka bergabung menjadi satu kesatuan pesawat yang formasi, formasi tuh dekat sekali,” kata Agung.

Selanjutnya kata Agung, pesawat sempat keluar masuk awan dengan keadaan awan tipis. Namun Agung menyebut awan seketika menebal, hal ini membuat pilot tidak dapat melihat atau blind.

“Pada saat mereka climbing, mereka masuk ke awan in out in out, artinya awannya tipis tipis saja. Namun, awan itu tiba-tiba menebal dengan pekat, bahkan pesawat yang dekat saja yang jaraknya mungkin hanya sekitar 30 meter itu tidak kelihatan, karena sangat tebal,” kata Agung.

“Para penerbang mengatakan blind, blind atau dalam bahasa Indonesianya buta tidak terlihat. Itu adalah prosedur, dan prosedur ini yang menyelamatkan 2 pesawat,” sambungnya.

Agung mengatakan berdasarkan prosedur, bila pilot mengatakan blind maka pesawat lain yang dalam posisi formasi akan menjauh. Selanjutnya, disebutkan terdengar suara Locater Transmitter (LT) atau indikator yang menunjukkan kondisi pesawat.

“Pada saat mereka mengatakan blind maka secara otomatis sesuai prosedur pesawat-pesawat saling menjauhkan diri. Pada saat mereka menjauhkan diri terdengar suara LT atau mesin Locater Transmitter berarti terdengar sesuatu yang terjadi pada pesawat. Kemudian, saya tidak tau berapa lama, terdengar suara LT lagi yang kedua,” kata Agung.

Agung mengatakan prosedur melepaskan diri dari formasi merupakan hal yang telah sesuai. Ia mengatakan kronologi kejadian ini didapat dari kru dua pesawat lain yang selamat, juga terekam dalam flight data recorder. (dwia/imk/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer