Tulungagung – majalahbuser.com, Di Blitar pernah ada keranda yang dianggap sebagai ‘penjemput nyawa’. Sebab saat warga menggunakan keranda tersebut, ada 43 warga meninggal dalam 47 hari.
Rentetan kematian warga dianggap tidak wajar. Itu membuat warga takut untuk menggunakan keranda tersebut. Akhirnya, keranda itu dibuang di area makam sebuah desa di Kecamatan Wlingi, Kabupaten
Kisah Misteri:
1. Misteri Keranda ‘Penjemput Nyawa’ di Blitar
Sepenggal kisah misteri tersebut diceritakan Sutarji, warga Desa Ariyojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung. Sebab sudah bertahun-tahun, keranda yang dianggap sebagai ‘penjemput nyawa’ itu menjadi salah satu koleksi di museum pribadinya.
Keranda tersebut berwarna putih. Keranda tersebut dilengkapi empat roda. Menurut Sutarji, dulu keranda tersebut digunakan warga di Blitar untuk membawa jenazah dari rumah duka menuju pemakaman.
Di masa penggunaan keranda tersebut, lanjut Sutarji, terjadi serangkaian kematian yang dinilai aneh oleh warga. Warga merasa itu bukan hal yang wajar.
“47 hari ada 43 orang yang meninggal dunia. Akhirnya keranda itu tidak dipakai lagi. Sudah tidak berani pakai lagi, dibuang di makam,” kata Sutarji, Sabtu (20/11/2021).
Kabar yang penuh misteri itu kemudian sampai pada dirinya di Tulungagung. Sutarji pun tertarik untuk memboyong keranda tersebut dari Blitar.
Sutarji meminta izin kepada warga di Blitar untuk merawat keranda tersebut. Namun ternyata, upaya untuk membawa keranda itu ke Tulungagung tidaklah mudah.
Awalnya, Sutarji mencari jasa mobil pikap untuk memboyong keranda ‘penjemput nyawa’ tersebut. Namun sopir pikapnya mengaku tidak berani.
“Saya kasih Rp 500 ribu enggak mau. Saya kasih Rp 1 juta juga enggak berani. Katanya uang segitu banyak dan cukup, tapi kalau yang diangkut keranda mayat ini tetap tidak berani,” jelas Sutarji.
Sutarji kemudian mencari truk pengangkut. Namun kendala yang dihadapi tetap sama. Sopir truk juga tidak berani mengangkut keranda itu.
“Karena tidak ada yang berani, akhirnya saya nekat membawa sendiri dengan ditarik pakai sepeda motor (Honda) BeAT. Iya, dari Wlingi Blitar sampai rumah sini,” jelasnya.
Kisah misteri keranda ‘penjemput nyawa’ terlanjur menyebar hingga Tulungagung. Sehingga keranda tersebut membuat warga takut saat diletakkan di depan rumah Sutarji.
“Awalnya itu di depan, lama-lama gang ini kok sepi, ternyata gara-gara itu. Akhirnya saya masukkan ke rumah,” ujarnya.
Hingga 2021, di rumah sekaligus museum pribadinya itu Sutarji memiliki lima koleksi keranda mayat. Juga ada belasan tali pocong, helm dan pakaian orang kecelakaan, serta ribuan koleksi benda-benda kuno lainnya.
2. Kata Ustaz soal Kematian
Terlepas dari kisah misteri tersebut, detikJatim mengutip ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) yang sebelumnya dikutip detikNews. UAS menjelaskan hakikat kematian dan kehidupan dengan merujuk pada Al-Qur’an. Seperti yang dijelaskan dalam surat Yunus ayat 49.
Bacaan arabnya:
قُل لَّآ أَمْلِكُ لِنَفْسِى ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۗ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۚ إِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Bacaan latinnya:
Qul la amliku linafsi ḍarraw wa la naf’an illa ma sya`allah, likulli ummatin ajal, iza ja`a ajaluhum fa la yasta`khirụna sa’ataw wa la yastaqdimụn
Artinya:
Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah”. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya). (sun/iwd/detikjatim)