Gunung Bromo memuntahkan abu ke udara pada 13 Juli 2016. (Foto: AFP via Getty Images/BAY ISMOYO)

Probolinggo – Gunung Bromo mengalami peningkatan aktivitas. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan adanya potensi bahaya erupsi yang bisa membahayakan masyarakat sekitar dan wisatawan.

Potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo itu disampaikan Plt Kepala Badan Geologi M Wafid melalui keterangan tertulis di situs Magma ESDM pada Sabtu (4/2/2023).

“Potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo adalah terjadinya erupsi freatik ataupun magmatik dengan sebaran material erupsi berupa abu dan lontaran batu (pijar) yang dapat mencapai radius 1 km dari pusat kawah, serta keluarnya gas-gas berbahaya bagi kehidupan,” ujar Wafid.

Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo itu adalah terekamnya tremor dan gempa vulkanik dalam serta gempa vulkanik dangkal dari hasil pemantauan yang dilakukan PVMBG.

“Pengamatan kegempaan menunjukkan masih terekamnya tremor menerus dengan amplitudo 0.5 – 1 mm (dominan 0.5 mm) yang disertai pula terekamnya Gempa Vulkanik Dalam dan Gempa Vulkanik Dangkal. Ini menunjukkan adanya proses fluktuasi tekanan di dalam tubuh Gunung Bromo yang disertai aliran fluida ke permukaan,” ujar Wafid.

Sebelumnya, Wafid menyebutkan salah satu tanda peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo adalah terpantaunya sinar api dari dalam kawah Gunung Bromo meski status gunung itu hingga saat ini masih Level II (Waspada).

“Terjadi peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo berupa teramatinya sinar api dari dalam kawah Gunung Bromo berdasarkan pengamatan visual pada tanggal 3 Februari 2023 pukul 21.14 WIB,” kata Wafid.

Pemantauan itu, kata Wafid, dilakukan secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Bromo yang berada di Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo hingga Sabtu pagi pukul 08.00 WIB.

Tidak hanya teramatinya sinar api dari kawah, Wafid menyebutkan bahwa bau belerang juga tercium cukup kuat dari bibir kawah serta terdengar suara gemuruh yang berasal dari kawah tersebut.

“Bau belerang tercium kuat dari bibir kawah dan terdengar suara gemuruh. Asap kawah dalam 1 minggu terakhir teramati berwarna putih tipis hingga tebal dengan ketinggian 50-900 meter dari puncak. Selain itu, vegetasi pada dinding kaldera sebelah timur berwarna kuning dan mengering akibat paparan asap kawah Gunung Bromo,” katanya.

Berdasarkan catatan peningkatan aktivitas Gunung Bromo itulah PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk masyarakat, wisatawan, dan juga para pemangku kebijakan di wilayah Gunung Bromo. Salah satunya agar warga dan wisatawan tidak memasuki area radius 1 kilometer dari kawah.

“Berdasarkan pengamatan itu, rekomendasi yang disesuaikan potensi ancaman bahaya terkini pertama bahwa masyarakat di sekitar Gunung dan pengujung/wisatawan/pendaki tidak memasuki areal kawah radius 1 km dari kawah aktif,” ujar Wafid.

Gunung Bromo adalah gunung api kerucut cinder yang berada dalam Kaldera Tengger dengan ketinggian mencapai 2.329 meter dari permukaan laut (mdpl). Secara administratif gunung api ini berada di 4 wilayah kabupaten. Yakni Probolinggo, Malang, Pasuruan, dan Lumajang.

Berdasarkan keterangan PVMBG Badan Geologi Karakter erupsi Gunung Bromo berupa erupsi eksplosif dan efusif dari kawah pusat. Erupsi itu mengeluarkan abu, pasir, lapilli, dan kadang melontarkan lava pijar dan bom vulkanik.

Erupsi terakhir Gunung Bromo terjadi pada Juli 2019. Pada 2019 itu erupsi yang terjadi adalah erupsi freatik yang tanpa didahului peningkatan kegempaan secara signifikan. (dpe/iwd/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer